Saat ini sudah larut malam, gue lagi sendirian di kamar kostan gue, gue terpaksa masih bangun selarut ini karena harus mengerjakan tugas kuliah gue. Sebenarnya, sekarang adalah masa liburan semester, tetapi karena ada satu pelajaran yang hasilnya kurang memuaskan, gue terpaksa ikut Semester Pendek buat benerin nilai. Nama gue Kirman, mahasiswa berusia 21 tahun yang sedang berjuang di tahun terakhir masa kuliah gue. Dan bentuk dari perjuangan gue adalah ini, udah 4 jam gue setia memandangi layar laptop, berkutat dengan topik masalah yang gue angkat di-paper gue. Jam sudah menunjukan pukul setengah 2 dini hari, sebenarnya, mata gue udah berkali-kali nge-ping otak gue untuk menyuruh tidur, namun karena gue rasa tanggung-karena tinggal mengerjakan bab IV-maka gue putusin buat selesain malam ini juga. Sebenarnya deadline dari tugas gue masih sehari lagi, tetapi gue mau semuanya selesai malam ini, biar gue bisa menjalani hari ini dengan tenang karena udah bebas terlepas dari beban yang mengekang gue selama seminggu belakangan ini.
Gue beranjak keluar dari kamar gue dan menuju dapur kostan, mata dan otak gue butuh rangsangan agar bisa tetap terjaga, jadi gue berniat untuk bikin kopi untuk menemani perjuangan gue di sisa malam ini. Setelah hampir ketiduran di kursi dapur ketika menunggu air mendidih, gue berjalan kembali ke kamar dengan menenteng secangkir kopi panas. Lalu gue kembali duduk di depan laptop tersayang, yang udah selama 3 tahun ini selalu bersama gue melewati beratnya menjajaki bangku kuliah. Sebelum kembali melanjutkan mengerjakan paper gue, juga sambil menunggu kopi yang masih panas, gue putusin untuk sedikit refreshing terlebih dahulu dengan mem-browsing beberapa website hiburan yang biasa gue buka. Gue mulai dengan membuka beberapa blog humor dan beberapa blog yang dikelola teman-teman gue, gue baca beberapa post yang menurut gue ringan. Lalu gue juga main ke beberapa forum yang udah lama gak gue kunjungin, gue pun meninggalkan jejak dengan menanyakan kabar teman-teman gue di sana. Gak terasa setengah jam sudah berlalu, kopi yang gue bikin tadi pun sudah mulai dingin. Gue hampir aja menutup internet browser sebelum kemudian gue teringat untuk membuka 1 website yang udah lumayan lama gak gue buka, yaitu Facebook.
Gue beranjak keluar dari kamar gue dan menuju dapur kostan, mata dan otak gue butuh rangsangan agar bisa tetap terjaga, jadi gue berniat untuk bikin kopi untuk menemani perjuangan gue di sisa malam ini. Setelah hampir ketiduran di kursi dapur ketika menunggu air mendidih, gue berjalan kembali ke kamar dengan menenteng secangkir kopi panas. Lalu gue kembali duduk di depan laptop tersayang, yang udah selama 3 tahun ini selalu bersama gue melewati beratnya menjajaki bangku kuliah. Sebelum kembali melanjutkan mengerjakan paper gue, juga sambil menunggu kopi yang masih panas, gue putusin untuk sedikit refreshing terlebih dahulu dengan mem-browsing beberapa website hiburan yang biasa gue buka. Gue mulai dengan membuka beberapa blog humor dan beberapa blog yang dikelola teman-teman gue, gue baca beberapa post yang menurut gue ringan. Lalu gue juga main ke beberapa forum yang udah lama gak gue kunjungin, gue pun meninggalkan jejak dengan menanyakan kabar teman-teman gue di sana. Gak terasa setengah jam sudah berlalu, kopi yang gue bikin tadi pun sudah mulai dingin. Gue hampir aja menutup internet browser sebelum kemudian gue teringat untuk membuka 1 website yang udah lumayan lama gak gue buka, yaitu Facebook.
Beberapa detik kemudian gue udah login dan masuk ke jendela utama. Di sana ada belasan friend requests, beberapa messages, dan puluhan notifications. Notifications terlama adalah tentang sebuah wallpost yang dikirim hampir 2 bulan yang lalu. Lucu ketika gue ngeliat temen-temen gue yang sangat aktif di Facebook, gue masih inget beberapa temen gue yang selalu meng-update statusnya tiap beberapa menit sekali, atau seorang temen gue yang selalu menghubungi orang lain lewat wallpost atau message, sehingga dia seolah lupa akan yang namanya SMS atau telepon-padahal 2 hal barusan berpotensi lebih cepat dapet tanggapan dari yang bersangkutan, kecuali yang bersangkutan memang sedang online. Sementara buat gue Facebook cuma berfungsi sebagai pengingat akan ulang tahun temen-temen gue, atau ketika gue perlu menghubungi temen gue yang gue gak punya nomer teleponnya.
Setelah menolak beberapa friend request dari orang-tak-dikenal-yang-hanya-ingin-teman-Facebook-nya-bertambah, dan membalas beberapa notifications yang belum terlalu kadaluarsa, gue kembali ke jendela utama. Lalu gue baca status terkini dari teman-teman Facebook gue-yang kebanyakan isinya curhat atau sok puitis-selama beberapa saat sebelum kemudian mata gue menangkap public notifications di sebelah kanan layar yang bertuliskan; ‘It’s Yanti Sukroatmojo’s birthday’. Membaca kalimat tersebut otak gue serasa dicolek oleh seseorang, tiba-tiba gue teringat sesuatu yang menyebabkan gue berdiri dan menatap kalender dekat-dekat, melihat tanggal hari ini; 29 Februari 2012. “Oh, tentu saja!” kata gue dalam hati sambil menepuk jidat. Gue baru sadar kalau tahun 2012 tahun kabisat, gue juga baru sadar kalau hari ini adalah hari 29 Februari yang hanya terjadi tiap 4 tahun sekali. Selama seminggu terakhir gue cuma mengingat hari tanpa mengingat tanggal, gue cuma mengingat-ingat 1 hari yaitu hari Kamis tanggal 1 Maret, hari dimana gue harus nyerahin paper gue. Gue gak nyangka kalau 1 hari sebelum deadline tugas gue adalah hari 29 Februari.
Gue selalu suka sama segala fenomena yang berhubungan dengan Astronomi, jadi ketika para astronom berteriak; “Komet XXX yang hanya melintas dekat bumi setiap 69 tahun sekali akan dapat terlihat dengan mata telanjang Kamis malam esok!” Itu menandakan kalau Kamis sore gue harus beli cemilan untuk begadang. Karena alasan itu pula gue suka tanggal 29 Februari, menurut gue tanggal yang hanya ada tiap 4 tahun sekali itu unik. Terkadang gue berharap kalo gue lahir pada tanggal 29 Februari, walaupun gue gak yakin bisa merayakan Sweet Seventeen karena pada saat itu gue harus berumur 68 tahun. Karena itu gue selalu menganggap orang yang lahir ditanggal 29 Februari sebagai orang yang beruntung, dan salah satu orang beruntung tersebut adalah temen gue yang tadi, yang bernama Yanti Sukroatmojo.
Yanti adalah temen SMA gue, kami bisa bertemu dan berkenalan karena kami adalah teman sekelas waktu di kelas 2. Gue yang sudah sejak saat itu terobsesi dengan astronomi sangat bersemangat ketika pertama kali tahu kalau dia lahir pada tanggal 29 Februari 1992. Sebenarnya, hubungan gue dengan Yanti lebih dari sekedar gue menganggap dia orang-beruntung-yang-berulang-tahun-tanggal-29-Februari. Terdapat sebuah kisah, atau sebuah kenangan yang selama ini sudah tersimpan rapih dalam Lemari Memori Kenangan SMA yang ada di dalam otak gue. Suatu kisah yang melibatkan sebuah rencana, obsesi, dan seekor kecoak mati. Sebenarnya gue gak begitu berniat untuk mengingatnya kembali, tetapi karena gue udah terlanjur ngeliat birthday notification Yanti di Facebook tadi, otak gue secara lepas kendali sedang mengacak-acak lemari tersebut untuk mencari kenangan gue sama Yanti, jadi gue pun rela setiap ruang di otak gue kembali terisi oleh kenangan yang ditulis 4 tahun yang lalu.
Saat itu tahun 2008. Awal bulan Januari adalah saat dimana gue mulai deket sama Yanti, atau lebih tepatnya saat dimana gue mulai bisa deketin Yanti. Sebenarnya hal ini pun terjadi secara gak sengaja, karena dari awal gue hanya menganggap Yanti sebagai cewek biasa, dia hanyalah 2,7% dari jumlah total populasi murid cewek di kelas gue. Secara penampilan, dia tergolong biasa saja, tidak cantik juga tidak tidak cantik. Selain itu, posisi duduk kami pun terpisah jauh, dia duduk di meja terdepan, sementara gue duduk di salah satu sudut kelas. Karena hal ini lah kami jarang bisa terjebak dalam situasi percakapan, karena hal ini juga, kami menganggap satu sama lain sebagai cuma-temen-sekelas-biasa selama bulan-bulan pertama kelas 2 SMA. Hingga suatu saat, tepatnya sekitar minggu terakhir bulan Desember 2007, ketidak-sengajaan itu pun terjadi.
Hari itu merupakan hari terakhir dari UAS semester ganjil. Gue sedang berjalan menuruni tangga sekolah seorang diri, gue baru saja mengikuti ujian perbaikan salah satu pelajaran, jadi gue terpaksa menghabiskan waktu 1 jam lebih lama di sekolah dibanding temen-temen gue yang udah pada pulang. Karena lelah dan haus gue memutuskan untuk mampir ke kantin sekolah terlebih dahulu untuk membeli minuman dingin. Di sana lah gue bertemu dengan Yanti, sebelum kemudian saat itu menjadi yang pertama kalinya gue ngobrol berduaan dengannya.
Saat gue tiba di kantin Yanti sedang duduk di salah satu kursi panjang yang ada di areal kantin, gue pun langsung menghampirinya. Ternyata dia sedang menunggu jemputan dari adiknya yang sudah molor 1 jam dari waktu yang seharusnya, dia merasa agak bete karena teman terakhir yang menemaninya pergi pulang setengah jam yang lalu setelah pacarnya yang pemarah datang menjemput. Ketika gue menghampiri Yanti, dia sedang berkutat dengan handphone-nya, yang setelah gue tanyakan, ternyata itu adalah handphone baru dan dia sedang berusaha men-setting GPRS handphone tersebut, tetapi dia selalu gagal karena gak tau caranya. Ternyata handphone barunya sama dengan jenis yang gue pakai, dan tentu saja gue ngerti cara setting GPRS. Alhasil beberapa menit kemudian Yanti merasa senang sekaligus kaget dengan apa yang udah gue lakuin dengan handphone-nya. Gue masih ingat dengan jelas saat dia tersenyum seraya mengucapkan terima kasih. Itu adalah pertama kalinya gue melihat senyum Yanti, dan pertama kalinya gue sadar kalau dia menjadi super manis saat tersenyum. Namun gue gak semerta-merta langsung naksir karena hal itu, saat itu gue hanya menjadi sedikit penasaran dengan sosok Yanti yang belum terlalu gue kenal. Namun selebihnya gue tetap merasa kalau dia hanyalah cewek biasa yang kebetulan sekelas sama gue. Beberapa menit kemudian adiknya datang menjemput, mengakhiri percakapan kami. Lalu tanpa diduga-duga Yanti mengajak gue bertukar nomor handphone, gue pun dengan senang hati menerimanya, gue pikir mempunyai lebih banyak teman akrab lebih baik.
Namun ternyata, dari bertukar nomor itulah kami bisa jadi akrab. Melalui ratusan sms yang terkirim selama 1 minggu, kami menjadi saling lebih banyak tau tentang satu sama lain. Gue, awalnya sama sekali gak menduga akan hal ini. Karena awalnya Yanti hanya sms gue untuk bertanya-tanya seputar handphone barunya, namun sering kali kami baru bisa berhenti sms-an ketika salah satu jatuh tertidur. Entah kenapa, kami selalu bisa menemukan hal untuk dibahas, dan ini yang menyebabkan pengeluaran pulsa gue meningkat menjadi 3x lipat minggu itu.
Pada malam pergantian tahun 2008, Yanti mengajak gue dateng ke acara anak-anak sekelas yang diadakan di rumahnya. Di sana, justru kami menjadi semakin akrab, kami mengobrol tentang banyak hal, berbagi cerita tentang beberapa hal yang terlalu seru untuk diceritakan lewat sms, bercanda, saling iseng, dan berdoa bersama untuk menyongsong tahun yang baru. Sebuah malam yang menyenangkan, juga tak terlupakan. Pandangan gue terhadap Yanti berubah setelah malam itu, gue mulai menganggap dia sebagai gadis yang menarik.
Setelah itu kami selalu bertukar sms setiap hari, dari pagi sampai malam hari. Beberapa hari kemudian gue main ke rumahnya, dan beberapa hari kemudian gue mengajak dia jalan. Pertengahan bulan Januari, satu hari sebelum mulai masuk sekolah lagi, gue pun memproklamirkan diri kalo gue udah mulai jatuh cinta dengan dia. Gue sadar kalo gue harus mulai mempersiapkan segala strategi PDKT, hingga gue ngerasa benar-benar yakin dan sudah benar-benar dekat sama Yanti sebelum kemudian gue menyatakan perasaan gue.
Kalender sudah memasuki bulan Februari, dan semua berjalan sesuai rencana. Selama 2 minggu terakhir gue sama Yanti menjadi semakin dekat dan semakin dekat dan semakin dekat. Gue udah mulai berpikir untuk mencari waktu atau menciptakan momen yang tepat untuk menyatakan cinta. Suatu ketika, ketika sedang sms-an seperti biasa, gue memberitahu Yanti tentang kesukaan gue sama Astronomi, gue juga memberitahu dia gimana gue suka sama tanggal 29 Februari, yang akan terjadi akhir bulan ini. Saat itulah Yanti kemudian memberitahu gue tanggal ulang tahunnya, mengetahui hal itu gue menjadi semakin memuja dirinya, sekaligus membuat gue akhirnya memutuskan untuk ‘menembaknya’ pada hari ulang tahunnya. Awalnya gue agak sedikit khawatir kalau jadi kelamaan, karena sekarang pun kami udah deket. Tapi gue pikir, kalo gue bisa mempertahankan keadaan ini selama 1 bulan kedepan, kayaknya semua akan baik-baik aja, selain itu juga, karena sekali lagi, menurut gue tanggal 29 Februari itu keren. Maka dari itu juga, gue menyebut rencana gue ini dengan sebutan “Gerakan Menyatakan Cinta 29 Februari”. Yah, memang agak norak sih.
Hari-hari berikutnya kami menjadi lebih semakin dekat lagi. Di kelas pun kami sering terlihat sedang berduaan, sehingga teman-teman sekelas gue pun mulai pada tahu kalau kami berdua memang lagi dekat. Semuanya masih berjalan lancar dan sesuai rencana. Hingga suatu ketika, salah satu temen cowok gue bertanya tentang hubungan gue sama Yanti, setelah gue jelasin keadaannya, justru dia menyarankan gue untuk segera nembak Yanti, karena menurutnya PDKT gue udah kelamaan, dan Yanti juga kelihatannya udah tertarik sama gue, jadi gak ada yang perlu ditunggu lagi. Lalu gue jelasin ke dia kalau gue udah punya rencana-tanpa bilang tentang 29 Februari-gue bilang kalo semuanya udah dalam kendali dan berjalan sesuai rencana. Mendengar hal itu, temen gue cuma bilang, “Yah, good luck deh, bro. Semoga aja semua tetep bisa jalan sesuai rencana lo.”
Sebenarnya gue agak kepikiran sama peringatan temen gue barusan, tetapi kalau melihat keadaan gue sama Yanti saati ini yang masih adem ayem, maka gue tepis kekhawatiran gue tadi dengan memutuskan untuk tetap stick to the plan. Namun ternyata, peringatan tersebut gak datang dari satu orang teman gue aja, beberapa orang menanyakan dan menyarankan hal yang sama. Semua bisa gue tepis, kecuali saran dari salah seorang temen cewek di kelas gue, yang berhasil bikin gue ragu. Di malam tanggal 19 Februari, dia sms gue, namanya Nur. Seperti temen gue yang lainnya, dia juga menyarankan hal yang sama, tetapi dengan sedikit tambahan, menurutnya Yanti bukanlah tipe cewek yang butuh waktu lama untuk didekati, dia tipe yang lebih suka menilai cowok ketika sudah jadian ketimbang hanya pas PDKT. Nur memperkuat argumennya dengan mengatakan dia tahu semua itu karena dia sudah dekat sama Yanti sejak SMP karena pernah sekelas. Lalu, seolah mendukung hubungan gue sama Yanti, Nur menyuruh gue untuk nembak Yanti besok. Bahkan dia menawarkan bantuan jikalau gue merasa kesulitan untuk melakukannya. Gue memikirkan saran Nur dalam-dalam, saat itu gue ragu dan bimbang, sebenarnya saat itu gue mulai berpikir kalau mengikuti saran Nur merupakan ide yang bagus, karena gak ada salahnya juga toh hasilnya akan sama saja dengan rencana gue. Tetapi setelah berpikir beberapa saat, gue pun terpaksa menolak saran Nur, gue lebih memilih tetap mengikuti rencana awal. Nur pun menyerah dan mendoakan gue beruntung dengan rencana gue. Walaupun faktanya sepanjang malam itu gue masih berusaha menimbang-nimbang akan saran dari temen-temen gue.
Esok harinya di sekolah, gue masih kepikiran akan saran Nur semalam. Selama di kelas, pandangan gue selalu mengarah ke meja tempat Yanti duduk, gue menatap dia dari belakang sambil berpikir. Di satu sisi gue emang mau jadian sama dia, dan emang gak ada salahnya melakukannya secepat mungkin. Namun di sisi yang lain gue masih-dengan bodohnya-kepikiran sama tanggal 29 Februari. Gue mau tanggal jadian kita 29 Februari. Selain itu hari itu juga hari ulang tahunnya. Dan menurut gue dengan menyatakan perasaan gue merupakan kado terindah yang bisa gue kasih.
Gue berpikir keras sepanjang hari itu, karena masih ada kesempatan kalau gue mau mengikuti saran Nur. Sebenarnya gue sangat berkesempatan. Karena sepulang sekolah, Yanti mengajak gue ngobrol di kantin, dengan alasan ingin membicarakan sesuatu. Sebenarnya saat itu bisa menjadi momen yang saat sempurna buat gue nembak Yanti. Gue masih berpikir sambil menatap dia yang sedang berbicara di depan gue. Gue masih ingat bagaimana dia terlihat sangat cantik dimata gue saat itu. Gue masih ingat bagaimana gue bisa aja menjadikan dia milik gue saat itu juga. Tetapi gue juga masih ingat bagaimana bodohnya gue saat itu, karena gue memutuskan untuk melepaskan kesempatan emas tersebut, dan kembali ke rencana semula. Sebuah keputusan yang salah, karena gue akan menyesali semuanya dalam beberapa hari berikut, dan semuanya berawal dari kejadian dimalam hari itu.
Malam harinya, seperti biasa gue sedang sms-an sama Yanti. Setelah memutuskan untuk melakukan semuanya sesuai rencana, yang harus gue lakuin saat ini adalah menjaga hubungan ini agar tetap adem ayem selama 9 hari ke depan. Gue cukup optimis kalau rencana gue akan berjalan sempurna, karena saat ini pun, Yanti masih seperti biasanya, kita masih intim ber-sms-an ria, dia tidak terlihat berbeda atau menjadi kecewa karena gue melewatkan kesempatan tadi siang, gue berharap semoga dia bisa bersabar seminggu lagi. Saat itu kami sedang membahas tentang novel favorit masing-masing, karena kami berdua sama-sama suka baca. Gue bercerita tentang sebuah novel tua karangan J.O. John-seorang penulis dari Australia-yang berjudul “Love In The Blue Moon”. Gue bercerita bagaimana gue suka banget sama kisah cinta di novel tersebut, gue seolah-olah ‘mempromosikan’ novel tersebut agar Yanti tertarik untuk membacanya. Dan gue pun berhasil, Yanti meminta gue untuk membawa novel tersebut besok ke sekolah. Gue pun merasa senang, setidaknya novel tersebut bisa menjadi pengisi waktu luang dia sekaligus bahan bahasan kami selama seminggu ke depan. Lalu gue teringat kalau sekarang novel tersebut berada di dalam salah satu kardus yang ada di gudang, gue pun ke sana untuk mengambilnya. Setelah menemukannya, gue hanya sedikit membersihkan debu yang menempel di sampul lalu memasukannya ke dalam plastik sebelum kemudian gue taruh di dalam tas sekolah gue.
Keesokan harinya, tanggal 21 Februari 2008, 8 hari hitung mundur dari hari-H rencana gue. Semuanya tampak lancar dan baik-baik saja selama di sekolah, Yanti pun saat itu terlihat senang ketika melihat novel yang gue bawa. Dia menerima bungkusan yang berisi novel tersebut lalu berkata kalau dia akan membukanya ketika di rumah nanti. Terkadang ada waktu dimana kita berharap bisa kembali ke masa lalu untuk melakukan beberapa hal dengan lebih baik dan lebih benar, atau untuk mengoreksi beberapa kesalahan yang kita lakukan di masa lampau. Nah, kalau gue dikasih kesempatan untuk bisa ngelakuin itu, gue akan kembali ke hari ini, karena saat itu, gue melewatkan satu hal kecil, namun berakibat sangat fatal.
Saat itu gue baru sampai rumah sepulang dari sekolah, gue baru aja menaruh tas gue di kamar ketika gue denger nada dering sms masuk dari handphone gue. Seperti biasa sms itu dari Yanti, biasanya dia menanyakan gue udah sampai rumah atau belum, atau menyuruh gue makan siang, namun kali ini berbeda, gue gak menduga sama isi sms tersebut yang bertuliskan; “Kirman! Lo udah bikin gue nangis, gue benci sama lo!” Membaca hal itu gue sangat kaget, gue langsung diam untuk berpikir apa gue tadi udah bikin kesalahan waktu di sekolah, tapi sejauh yang gue inget, kayaknya gak ada masalah, sampai pulang sekolah tadi Yanti masih ngobrol sama gue selama beberapa saat di parkiran. Semakin berpikir gue jadi tambah bingung, apa yang menyebabkan Yanti sms kayak gitu, gue penasaran, gue bales sms dia untuk bertanya ada apa, namun sampai 1 jam menunggu pun dia gak bales sms gue, jadi gue putuskan buat dateng ke rumahnya.
Sesampainya gue di sana, ternyata Yanti gak mau nemuin gue, yang nemuin gue saat itu adalah adiknya. Dia bilang Yanti masih menangis di kamarnya, lalu kemudian menceritakan apa yang sebenarnya baru saja terjadi. Ternyata semua disebabkan oleh novel yang gue pinjamkan di sekolah tadi. Jadi ketika Yanti bermaksud membacanya, seekor bangkai kecoak terjatuh dari dalam buku lalu mendarat di pangkuannya. Yanti yang fobia terhadap kecoak pun lalu menjerit histeris dan menangis sejadi-jadinya, dia menjadi kalap dan syok setengah mati, karena fobianya memang sudah tergolong ekstrim. Ketika mendengar hal ini dari adiknya Yanti, gue cuma bisa diam terpaku sambil membayangkan sebuah tangan raksasa menepuk jidat gue keras-keras. Semua ini karena kelalaian gue. Karena gue tau kenapa bisa ada kecoak di dalam buku itu. Sekitar satu bulan yang lalu gue sedang membereskan gudang, lalu menemukan buku itu di salah satu kardus, karena itu adalah buku favorit gue, dan udah lama gue gak baca, gue pun sedikit membaca-baca buku itu kembali di gudang. Ketika gue sedang asik baca, seekor kecoak merayap naik di tembok yang ada di hadapan gue, lalu tanpa diduga-duga, kecoak itu terbang ke arah gue, gue pun berhasil dibuatnya kaget, tapi sekaligus reflek ‘menangkapnya’ dengan buku yang sedang gue pegang, lalu menjepitnya di halaman 126-127. Karena merasa kesal dan masih kaget, gue pun membalas kecoak itu dengan langsung menaruh kembali buku tersebut di dalam kardus, dan menumpuknya dengan buku-buku lainnya, sambil berharap kecoak tersebut mati terjepit. Kemudian gue kembali melanjutkan pekerjaan gue di gudang dan melupakan tentang nasib kecoak itu sampai dengan saat gue mengambil buku tersebut untuk dibawa ke sekolah.
Mengetahui semua hal ini gue jadi merasa bodoh. Suatu saat Yanti emang udah pernah bilang ke gue kalo dia takut sama kecoak, tapi gue gak duga kalo efeknya bisa sehebat ini. Gue juga sangat menyesal karena gue lupa kalo ada kecoak di dalam buku itu. Saat ini hubungan gue sama Yanti berada di ujung tanduk. Kata adiknya Yanti, setiap kali Yanti mengalami ‘insiden’ dengan kecoak, dia akan menjadi murung selama beberapa hari, karena batinnya merasa sangat syok. Keluarganya yang sudah mengetahui hal ini sudah terbiasa sehingga menjadi lebih waspada dan mengontrol peredaran kecoak di dalam rumah. Saat ini gue gak tau harus berbuat gimana, gue disarankan untuk sementara waktu jangan berhubungan dulu sama Yanti, kasih dia waktu untuk pulih. Gue pun menyetujui saran adiknya Yanti, lalu gue menitipkan permintaan maaf untuk disampaikan ke Yanti, kemudian gue beranjak pulang. Sepanjang sisa hari itu gue terus kepikiran sama kejadian ini, gue jadi galau, gue pengen banget sms atau telepon Yanti untuk bilang kalau gue sama sekali gak sengaja, gue lupa kalau di dalam buku itu ada hewan yang dia benci, dan gue sangat sangat menyesal akan kejadian ini. Tapi gue inget saran adiknya Yanti, kayaknya untuk sementara ini gue harus keluar dulu dari hidupnya.
Keesokan harinya Yanti gak masuk sekolah, hari itu hari Jumat, dan karena kegiatan belajar libur ketika hari Sabtu, otomatis gue baru bisa ngeliat Yanti lagi hari Senin minggu depan. Gue pun masih berusaha dengan terpaksa mensabarkan diri gue. Malam harinya Nur menelepon gue, dia turut prihatin atas apa yang terjadi dihubungan gue dengan Yanti, tapi dia juga sekaligus menyalahkan gue karena gak mau mengikuti saran dia. Dia juga bilang kalau waktu Yanti mengajak gue ngobrol sepulang sekolah di kantin tanggal 20 Februari adalah saran dia kepada Yanti. Yanti setuju mengikuti sarannya karena berharap gue akan nembak dia saat itu. Mendengar semua itu sekarang jadi terasa sangat menyesakkan, gue jadi tambah nyesel sama diri gue. Nur pun menyemangati gue, dia berharap keadaan bisa menjadi seperti semula secepatnya. Tetapi dia juga bilang kalau saat ini semua tergantung pada diri Yanti, apa dia masih mau membuka hatinya untuk gue apa nggak.
Beberapa hari pun berlalu, tapi keadaan masih suram, sementara tanggal 29 Februari semakin dekat. Gue mulai merasa kalau Yanti benar-benar jadi membenci gue, dan rencana gue kayaknya gak bakal bisa terwujud. Senin tanggal 25 Februari, Yanti menjadi cuek sama gue di sekolah, atau seolah-olah dia menganggap gue gak ada. Dia selalu menghindar tiap gue berusaha menghampirinya. Akhirnya hari itu pun gue menyerah, mungkin dia masih butuh waktu. Namun keesokan harinya pun gak jauh berbeda, yang berbeda adalah gue, yang mulai frustasi kalau semua gak akan bisa berjalan sesuai harapan. Malam harinya gue memberanikan diri untuk sms Yanti, gue meminta maaf dan berusaha untuk memperbaiki hubungan dengannya, namun dia gak membalas satu pun sms gue malam itu. Sebenarnya gue merasa kesal dengan sikapnya, namun menjelaskan kekesalan gue ke dia pun kayaknya gak bakal ada artinya, malah bisa membuatnya semakin membenci gue. Akhirnya gue mengalah, gue pun memutuskan untuk memberinya sedikit waktu lagi, siapa tau dia ingin pikir-pikir dulu setelah baca sms gue. Toh masih ada 2 hari lagi, siapa tau semua bisa membaik dalam kurun waktu tersebut.
Namun keesokan harinya, keadaan masih sama saja, Yanti masih nyuekin gue. Di kelas gue beberapa kali berhasil mencegat dia, tapi dia selalu berhasil lolos sebelum gue sempet mengatakan apapun. Gue pun kembali menyerah hari itu. Malam harinya gue memutuskan untuk harus menyelesaikan semua ini besok di sekolah, gue harus bisa bikin dia mau dengerin gue, walaupun harus menculik dia sekalipun.
Hari Jumat, tanggal 28 Februari 2008. Akan selalu gue inget sebagai hari terburuk di catatan hingar-bingar perjalanan cinta gue. Semua berawal ketika gue gagal untuk berbicara dengan Yanti di kelas, entah bagaimana dia lagi-lagi selalu bisa menghindari gue, dan lolos tiap saat gue hampir bisa mencegat dia. Karena gue gagal ketika di kelas tadi, maka gue kesempatan terakhir gue yaitu saat pulang sekolah, gue akan mencegat dia ketika masih berada di areal sekolah, lalu menjelaskan semuanya. Waktu itu gue lagi berjalan di areal sekolah, pandangan gue mencari-cari Yanti di antara ratusan anak lain yang sedang berjalan menuju gerbang sekolah. Ketika gue sampai di parkiran, mata gue berhasil menangkap Yanti yang sedang berada di seberang jalan di depan gerbang sekolah. Namun belum sempat gue beranjak dari tempat gue berdiri dan menghampirinya, sebuah motor yang dikendarain seorang cowok berhenti di depan Yanti, si cowok membuka helmnya, lalu Yanti tersenyum ketika melihat wajah cowok itu. Kemudian dia menaiki motor tersebut, melingkarkan lengannya di sekeliling pinggang si cowok, lalu mereka berdua melaju dengan mesranya. Gue melihat semua itu dengan perasaan campur aduk, di satu sisi gue merasa gak percaya dengan apa yang baru aja gue liat, tapi di sisi yang lain gue mengerti sepenuhnya apa yang baru aja gue liat. Gue berusaha menolak untuk mencerna hal itu di otak gue, namun gue gagal, dan otak gue pun mengirimkan hasil cernaan tersebut ke hati gue. Hati gue pun hancur.
Gue masih berdiri terpaku di parkiran sekolah. Di sekeliling gue anak-anak lain lalu-lalang melewati gue, yang saat ini sedang terpuruk. Gue masih berdiri diam seperti ini selama beberapa saat sebelum kemudian sebuah suara menyadarkan gue, suara itu adalah suara Nur, yang ternyata dia melihat gue melihat Yanti di seberang jalan tadi. Dia mengajak gue ke kantin untuk membeli minuman buat gue, sekaligus ingin menceritakan yang barusan terjadi tentang Yanti. Gue berjalan terhuyung-huyung mengikuti Nur dari belakang, pikiran gue saat ini ibarat sebuah layar televisi yang secara terus-menerus dan diulang-ulang menampilkan gambar ketika Yanti pergi dengan cowok lain, dan gue cuma bisa menontonnya dengan rasa frustasi yang mendalam.
Ketika sampai di kantin, gue sama Nur duduk di salah satu kursi panjang di sana. Gue bisa agak tenang setelah menghabiskan 2 botol minuman bersoda, kemudian Nur pun membuka pembicaraan, awalnya dia berkata kalau dia turut prihatin sekaligus berduka atas nasib gue, sebelum kemudian dia bercerita yang sebenarnya terjadi. Nur bilang kalau cowok yang gue liat di depan sekolah tadi itu adalah cowoknya Yanti. Dia berasal dari SMA lain yang berada lumayan dekat dari sekolah gue. Namun yang bikin gue sakit hati adalah, ketika Nur bilang kalau Yanti baru mengenal cowok itu selama beberapa hari saja, bahkan belum ada seminggu. Dan yang lebih menyakitkan lagi, mereka baru jadian tadi ketika waktu istirahat, si cowok menelepon Yanti dan menembaknya. Kata Nur, Yanti menerimanya karena cowok itulah yang ada di sampingnya selama beberapa hari dia terpuruk karena insiden ‘kecoak di dalam buku’, selain itu juga karena memang Yanti adalah tipe cewek tepat seperti yang Nur kasih tau gue minggu lalu.
Mengetahui semua itu membuat gue mengutuk diri gue dalam hati. Nur masih menatap gue dengan tatapan iba. Sebenarnya jauh di dalam, gue merasa jengkel. Gue kesel sama keegoisan cewek. Kenapa Yanti gak mau ngasih gue kesempatan untuk ngomong? Kalau memang dia butuh seseorang untuk menghibur dia ketika dia sedang terpuruk, kenapa harus orang lain? Gue udah berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan meminta maaf, gue adalah orang yang dekat sama dia selama 1 bulan terakhir, tetapi dia malah lebih memilih orang lain yang baru dia kenal beberapa hari. Beberapa hari. Cewek emang egois, ketika ada masalah dengan cowok, mereka hanya memikirkan perasaan mereka aja, tanpa mau memikirkan perasaan pasangannya. Ah, pikiran gue saat itu jadi macam-macam, kalau gue biarin, bisa-bisa gue jadi benci cewek, bisa-bisa gue jadi Homo. Gue sebisa mungkin berusaha meredam rasa kesel gue, gue berusaha untuk bisa berpikir jernih walaupun pada kenyataannya keadaan gue sangat keruh.
Tetapi walaupun gue ngerasa benci dan kesel sama sikap Yanti, sebenarnya gue masih sayang sama dia. Tapi apa daya gue gak mungkin bisa tetep ngejalanin rencana gue besok. Akhirnya dengan dibantu dorongan dari Nur, gue pun akhirnya bisa rela dan pasrah sama nasib gue saat itu. Gue rela sama hasil dari perjuangan gue yang ternyata berbalik 180 derajat dari yang gue harapkan. Saat ini gue harus bisa melupakan perasaan gue terhadap Nur secepat mungkin sebelum gue menderita lebih jauh. Yah, pada akhirnya rencana “Gerakan Menyatakan Cinta 29 Februari” gagal terlaksana.
Setelah kejadian ini, hubungan dan pandangan gue terhadap Yanti berubah menjadi kembali seperti saat gue kenal dia di bulan-bulan awal kelas 2, gue kembali menganggap dia sebagai cuma-temen-sekelas-biasa, kami udah gak seakrab saat beberapa minggu sebelumnya. Gue pun berangsur-angsur bisa menghilangkan perasaan gue terhadapnya. Cuma butuh waktu sebulan. Sebenarnya hubungan Yanti dengan cowok itu cuma bertahan selama 2 minggu, dan ketika mereka putus, Nur bilang ke gue, kalau gue masih berniat untuk deketin Yanti lagi, inilah saatnya. Saat itu di hati gue masih tersisa sedikit perasaan gue terhadap Yanti yang belum terhapus. Gue juga sempet berpikir untuk mendekati Yanti lagi. Tapi setelah gue pikir-pikir lebih dalam-dan setelah apa yang udah dia lakuin ke gue-gue memutuskan untuk melupakan sisa perasaan gue, karena buat gue juga, satu-satunya tanggal jadian yang cocok buat kami adalah 29 Februari 2008. Oh ya, gue juga akhirnya menyadari, kalo obsesi gue barusan adalah keegoisan gue. Gue udah egois dengan memaksakan untuk menunggu sampai tanggal 29 Februari, tetapi pada akhirnya, Yanti dengan keegoisannya juga yang membuat semua ini gak berjalan lancar. Benar-benar membuktikan kalau sikap egois tidak bisa diterima dalam menjalani suatu hubungan.
Dua bulan kemudian, bulan Mei. Hubungan gue dengan Yanti kembali membaik, kita mulai ngobrol lagi, dan terkadang sms-an, tapi gue membatasi hubungan ini untuk sebatas teman saja, gue menahan diri gue agar tidak jatuh cinta lagi, tiap gue ngerasa ada bibit-bibit cinta yang mulai tumbuh di hati gue, gue langsung membasmi habis mereka. Dan hubungan pertemanan tersebut terus terjalin mulus sampai kami berdua menjadi teman sekelas lagi ketika kelas 3, dan kami tetap menjadi teman baik sampai kami lulus SMA, walaupun kemudian kami sama-sama mulai kehilangan kontak ketika kami dipisahkan lautan untuk menjajaki kehidupan sebagai mahasiswa. Sampai hari ini, 4 tahun pun berlalu begitu saja tanpa meninggalkan noda berkesan dihubungan antara gue dengan Yanti.
Kembali ke waktu sekarang, gue masih duduk di depan laptop gue, pandangan gue menatap langit-langit kamar kostan gue seraya gue mengakhiri flashback memori gue waktu SMA. Lalu pandangan gue kembali ke layar laptop, yang masih menampilkan halaman utama Facebook. Gue membuka halaman profil Yanti lalu mengetikan sebuah wall post ucapan selamat ulang tahun kepadanya. Setelah selesai mengetik dan mengirim pesan tersebut gue terdiam sebentar sambil menatap foto profil Yanti, difoto tersebut dia masih terlihat cantik seperti dulu, melihat senyum manisnya seolah membangkitkan kembali perasaan yang sudah lama mati dan terkubur dalam di dasar hati gue. Lamunan gue tersadarkan oleh notifications yang muncul di sudut layar, Yanti merespon wall post gue, ternyata saat ini dia sedang online. Lalu gue baca beberapa baris kalimat di bawah wall post yang gue ketik tadi, dia menulis; “Heyy! Makasih ya Man! Btw, kamu apa kabar? Lagi di mana sekarang? Gimana kuliah kamu lancar? Udah lama juga ya kita gak berhubungan, aku abis ganti hp, aku minta nomer hp kamu lagi dong?”
Gue tersenyum setelah membaca kalimat tersebut, lalu mengetik balasannya sambil berpikir tentang apa yang sudah terjadi setelah kami saling bertukar nomor waktu SMA dulu. Gue penasaran apakah kami akan akrab lagi seperti dulu? Hmm, kita liat aja nanti!