Keesokan harinya. Gue ngerasa sama sekali gak semangat untuk masuk sekolah, semalem tidur gue juga gak nyenyak. Semua ini karena kejadian tak terduga beruntun yang terjadi kemarin, satu kejadian tak terduga yang bagus karena gue bisa kenal cewek pujaan gue selama ini, lalu satu lagi kejadian tak terduga buruk dimana gue salah ngomong sehingga berujung ‘ngasih’ cewek yang gue taksir ke temen gue. Cewek tersebut bernama Thara. Thara sangat cantik dan memiliki suara yang indah. Gue yakin temen gue Cozy, si maniak cewek bersuara indah, pasti tertarik dan bakal mudah bagi dia untuk deketin Thara. Sementara gue ngerasa kalo gue gak punya tandingan untuk rebutan cewek sama Cozy.
Waktu menunjukan pukul setengah 7 kurang, gue sedang menghabiskan sarapan gue. Gue makan dengan tatapan kosong, karena pikiran gue sedang berkecamuk memikirkan yang akan terjadi sepulang sekolah nanti. Gue masih berpikir sambil menghabiskan sisa beberapa sendok Nasi Uduk sarapan gue. Menurut gue, Cozy pasti tertarik sama Thara, sementara Thara juga kemungkinan besar akan tertarik sama Cozy, dia lebih ganteng dari gue. Kayaknya gue gak bisa mengharapkan mereka berdua. Apa gue coba aja sekali lagi jelasin ke si Cozy ya?
Setelah selesai makan, gue ambil handphone lalu bersiap-siap mengetik sms ke Cozy. Sebenernya gue masih ragu, tapi gue juga udah bener-bener cinta sama Thara, perasaan yang udah tumbuh selama sebulan lebih, karena itu gue gak pengen semudah itu merelakan Thara sama orang lain, meskipun sama sobat gue sendiri. Beberapa saat kemudian gue berhasil ngetik sms untuk dikirim ke Cozy, tapi sebelum sempat gue kirim sebuah sms masuk ke handphone gue, ternyata dari Cozy. “Hoi, To! Semalem gue sampe susah tidur lho mikirin hari ini, gue emang selalu deg-degan tiap mau denger suara cewek yang baru akan gue kenal, haha. Anyway, sampe ketemu di sekolah ya! J”. Gue baca sms tersebut sambil ngebayangin muka excited Cozy, gue jadi teringet waktu kemarin dia bilang gue sobat terbaik dia, alhasil gue gak jadi ngirim sms ke dia. Lalu gue pun berangkat sekolah dengan perasaan gundah gulana.
Selesai jam pelajaran, Cozy sudah menunggu gue di depan kelasnya yang terletak di sebelah kelas gue. Di raut wajahnya masih tergambar raut excited seperti saat kemarin. Setelah makan siang berdua di kantin, dengan langkah berat gue terpaksa menggiring Cozy ke gedung kesenian. Kami berdua masuk melewati pintu samping, dan di dalam ternyata sudah cukup ramai, beberapa anak sedang menyiapkan set alat band di atas panggung, sementara anak-anak lainnya ada yang sedang memainkan alat musik, atau hanya sekedar mengobrol satu sama lain.
Gue berjalan ke arah depan panggung, Cozy masih mengikuti di belakang gue. Setelah melewati beberapa orang, gue liat Thara sedang mengobrol dengan seorang cewek di samping panggung, langsung gue hampiri dia. Beberapa langkah sebelum gue sampai ke tempatnya berdiri Thara melihat gue, lalu dia menyapa gue dengan suara indahnya. “Hei, To! Akhirnya yang gue tunggu-tunggu dateng juga!” katanya sambil tersenyum. Karena gue masih ngerasa gak nyaman karena ada Cozy, gue gak begitu denger apa aja yang dia bilang barusan, gue cuma membalas menyapanya. “Iya, hai Ra..oh ya, ada yang mau ketemu nih sama lo…”, “Oh ya? Siapa?” tanya Thara. Gue agak menyingkir lalu melirik ke arah Cozy, dia sedang melihat ke arah kerumunan cewek yang sedang menyanyi, mereka berdiri mengelilingi seorang cewek yang duduk mengiringi mereka dengan bermain gitar. Lalu Cozy menoleh ke arah gue sebentar kemudian mengalihkan pandangannya ke Thara. Lalu tanpa aba-aba dia langsung berdiri melewati gue menghampiri Thara, kemudian menyapanya. “Hei, gue Cozy. Lo yang namanya Thara ya?” kata Cozy sambil tersenyum. “Cozy? Iya, gue Thara. Ada perlu apa ya?” jawab sekaligus tanya Thara. Cozy masih terlihat bersemangat, nampaknya dia cukup puas dengan penampilan dan suara Thara. Kayaknya gue harus siap-siap cari gebetan baru, yang mungkin baru 3 bulan lagi baru bisa dapet.
“Gue mau gabung ke ekskul musik dong!” kata Cozy bersemangat. “Mau gabung? Hmm, emang apa alesan lo mau gabung sama kita?” tanya Thara. “Gue mau denger suara lo nyanyi..eh, maksud gue, gue mau belajar musik tentunya!” kata Cozy masih bersemangat. Thara menatapnya dengan tatapan ragu, lalu berkata, “Yakin itu alesan lo?”, “Iyalah! Gue mau denger lo nyanyi dong!?” pinta Cozy. “Denger gue nyanyi? Emang kenapa?” tanya Thara, nampaknya dia semakin ragu. “Abis katanya suara lo indah!” jawab Cozy. “Kata siapa?”, “Kata Tito.”, Thara lalu menatap gue dengan tatapan skeptisnya. Duh, kayaknya dia bakal ngebenci gue karena udah bawa orang aneh ke sini. “Ayo dong nyanyi!” bujuk Cozy ke Thara. “Iya-iya, tapi gue cuma mau nyanyi kalo diiringin gitarnya Tito.” Thara mengatakan hal yang sulit gue percaya. Kalo gue adalah tokoh dalam komik, pasti di atas kepala gue muncul balon dialog dengan tanda seru yang besar di dalamnya, lalu balon berikutnya dengan kata ‘EH?’ yang besar di dalamnya, menunjukan respon di dalam kepala gue ketika mendengar ucapannya tadi.
Gue masih terkejut dengan apa yang gue denger, sementara Thara menatap gue dengan tatapan seolah menyuruh gue untuk mau mengiringi dia menyanyi. Kemudian gue agak sedikit tersadar ketika Cozy menyentuh gue dengan sikunya, lalu berkata sambil berbisik, “Man, ayo dong iringin dia nyanyi, gue pengen denger nih,”, “I..Iya..” gue cuma bisa ngerespon singkat. Thara menatap gue sebentar, lalu berkata, “Yaudah, tunggu di sini, gue pinjem Gitar dulu.” kemudian dia berjalan menghampiri sekelompok cewek yang sedang bernyanyi tadi, dia terlihat bercakap-cakap sambil sesekali melirik ke arah gue dan Cozy, beberapa saat kemudian dia berjalan kembali sambil menenteng sebuah Gitar. Ketika dia kembali langsung disodorkan Gitar yang tadi dipinjamnya ke gue, “Nih! Gue mau nyanyi lagu Agnes Monica yang judulnya ‘Karena Kusanggup’,” kata Thara. Cozy terlihat senang mendengarnya, lalu bergumam, “Wah, langsung minta lagunya Agnes, pasti suaranya emang beneran bagus!”. Gue pun setuju dengan Cozy, Thara tampaknya ingin memperlihatkan kemampuannya, dan sialnya, Cozy pasti terpesona mendengarnya.
Gue membenarkan posisi gue memegang Gitar, lalu mulai memainkan kord lagu yang diminta Thara. Gue udah pasrah, gue ikutin aja deh permintaan Thara. Nada mulai mengalun keluar dari Gitar yang gue mainin, lalu Thara pun mulai menyanyi. Sebait dua bait dia nyanyikan tidak ada masalah, namun agaknya ada yang aneh dengan suaranya. Karena sangat berbeda dengan ketika dia nyanyi kemarin di markas seni musik. Suaranya berbeda, seperti agak malas menyanyikannya, dia pun tidak memperdengarkan teknik olah vokalnya, dia hanya menyanyi datar. Apa dia sengaja ya?
Cozy masih fokus mendengar sambil mengernyitkan dahi. Lagu sudah memasuki bagian reff, Thara masih menyanyi dengan suaranya yang berbeda. Lalu ketika memasuki bagian yang mengharuskan dia untuk teriak dan dia tidak melakukannya dengan benar, Cozy menyuruh gue berhenti, kayaknya dia gak puas sama apa yang dia denger. Lalu berkata ke gue, “To, kata lo dia jago nyanyi dan suaranya bagus? Kok begini?”, “Me…menurut gue, suara dia pas nyanyi tadi bagus kok.” kata gue terbata sambil melirik ke arah Thara, yang sedang menatap ke arah gue sama Cozy. “Ah, payah lo, man, ternyata selera lo dalam menilai suara cewek beda jauh sama gue,” cibir Cozy. “Gimana udah puas?” kata Thara menyelak pembicaraan. “Hmm, ya lumayan! Tapi…kayaknya gue gak jadi masuk ekskul ini sekarang deh, gue ada urusan mendadak. Jadi gue cabut ye! Sorry udah ganggu acara latian kalian.” kata Cozy ke Thara lalu bersiap-siap untuk beranjak pergi. Ketika lewat di depan gue dia berbisik, “Gue duluan deh, man, gue cari cewek sendiri aja, lebih terjamin!” gue cuma merespon dengan mengangguk, lalu Cozy berjalan menuju pintu keluar, gue memperhatikannya berjalan sampai hilang dibalik pintu, ada sedikit perasaan gak enak karena udah bikin sobat gue kecewa.
Sementara Thara masih berdiri di belakang gue, gue masih takut dia akan ngebenci gue karena kejadian barusan. Gue bingung harus bilang apa ke dia, apa gue harus minta maaf? Namun sebelum gue sempat membalik badan dan berkata sesuatu ke dia, tiba-tiba dia ada di sebelah gue, dengan satu tangannya di atas pundak gue, lalu berkata, “Hei, makasih ya tadi udah ngebela gue,” gue menoleh ke arahnya, lalu tatapan mata kita berdua pun bertemu. Gue jadi ngerasa gugup dengan hal ini, dan menjadi salah tingkah, tapi gue berusaha untuk menguasai keadaan. “Eh..ngebela lo..yang mana ya?” kata gue sambil sedikit terpatah-patah. “Tadi, waktu lo bilang suara gue pas nyanyi tadi bagus, padahal sengaja gue jelek-jelekin.” kata Thara. “Oh itu..lo sengaja ya, pantesan beda banget sama kemarin. Emang kenapa lo jelek-jelekin?” tanya gue. “Yah, tadinya gue berniat buat nunjukin kemampuan gue nyanyi, tapi pas gue tadi minjem Gitar, gue dikasih tau sama cewek-cewek di sana,” dia berkata sambil menunjuk ke sekelompok cewek yang sedang acapella di seberang dari tempat gue berdiri sekarang. “Gue dikasih tau kalo temen lo yang tadi itu, dia si anak kelas 1.9 yang gila sama suara cewek kan? Ternyata ada gosip di antara cewek-cewek, kalo dia udah nolak semua cewek dari kelas 1 cuma karena suaranya gak ada yang dia suka. Gila, sok banget gak tuh? Emang sih dia ganteng, tapi kalo caranya gitu mana ada cewek bener yang mau sama dia?” kata Thara menjelaskan panjang lebar. Oh, ternyata begitu! Gue tertolong karena ulah si Cozy sendiri, gue juga baru tau kalau sekarang dia punya imej begitu di antara cewek-cewek. Yah, sebenernya gue kasian juga sama sobat gue yang aneh itu, tapi untuk saat ini biarlah, mungkin suatu saat gue akan ngebantu dia lagi, tetapi bukan ke Thara lagi tentunya!
“Dan makasih lagi ya, To,” kata Thara sambil setengah berbisik. “Tadi dia ke sini gara-gara lo ngasih tau dia suara gue bagus kan? Gue sih gak suka akibatnya, tapi gue seneng lo bilang begitu!” lanjutnya, lalu memperlihatkan senyumnya yang indah. Dengan melihatnya kadar cinta gue rasanya naik berkali-kali lipat. Gue pun membalas senyumnya, lalu kembali mengobrol. Tak lama kemudian temen-temen band gue dateng, lalu sesuai janjinya kemarin, Thara menonton gue latian sama temen-temen. Hari ini gue kembali ngerasa bahagia kayak kemarin, tetapi gue rasa, kebahagiaan kali ini akan terus terasa sampai selamanya. Hmm, Hiperbola deh.
Hari-hari berikutnya, kehidupan SMA gue terasa indah. Gue sama Thara semakin deket, dia jadi sering lagi main ke markas seni musik seselesai sekolah, terkadang dia sampai bela-belain bolos les pelajaran di hari Senin agar bisa nonton gue latian band di gedung kesenian. Dan karena kita sering menghabiskan waktu bersama, gue pun udah gak gugup lagi berlaku di depan dia, gue udah bisa berlaku normal selayak gimana diri gue. Gue bahagia karena akhirnya bisa deket sama cewek yang dulu gue taksir diam-diam, dan kayaknya gue harus segera melepas topeng dan berhenti menjadi Ninja dengan tidak lagi menyembunyikan perasaan gue yang sebenarnya ke Thara.
Namun hal ini menjadi masalah baru bagi gue, setelah gue berhasil mengatasi masalah lama gue ketika berhadapan dengan cewek, ternyata masalah yang lebih berat menghadang. Gue belum pernah nembak cewek sebelumnya. Beberapa kali ketika gue sedang berduaan sama Thara, entah ketika itu sedang berdua di markas seni musik atau ketika kita sedang malam mingguan di salah cafĂ© di dekat sekolah, gue ngebayangin kalo saat itu gue akan nembak dia. Gue udah kepikiran kata-kata ‘ajaib’-nya, tapi untuk mengatakannya, sangat-sangat-sangatlah sulit. Gue belum punya keberanian untuk mengatakan-‘nya’. Padahal gue sangat beruntung, karena suatu waktu Thara cerita kalau dia baru 2 bulan yang lalu diputusin pacarnya yang pergi merantau untuk kuliah di luar kota.
3 minggu berlalu sejak hari gue dikira maling di markas seni musik. Saat ini, hari Jumat, malam Sabtu, gue lagi sms-an sama Thara, suatu hal yang saat ini udah terbiasa gue lakuin. Obrolan kita berdua lagi sekitar acara ulang tahun sekolah yang akan diadakan hari Sabtu minggu depan, di salah satu sms-nya, Thara yang akan bertugas sebagai salah satu pengurus Seksi Acara bilang kalo ekskul seni musik masih kekurangan peserta untuk tampil di acara nanti. Mengetahui hal itu, tiba-tiba terbersit di kepala gue ide untuk mengajak Thara tampil duet menyanyikan lagu sama gue, gue langsung coba menanyakannya di-sms berikutnya, lalu ia membalasnya seperti ini; “Nyanyi duet!? Boleh juga tuh ide lo! Tapi, emangnya lo bisa nyanyi? Hehehe”, gue tersenyum membacanya, lalu langsung mengetik sms balasan; “Bisa kok! Lagian kan masih ada waktu seminggu untuk latian, terus ada lo juga yang bisa ajarin gue nyanyi, hehe. Tapi yang penting, lo mau gak?”.
Gak perlu waktu lama untuk menerima sms balasan darinya yang berbaca; “Mauuuuuuu kok! J Mulai besok aja kita latihan, gimana? Di rumah gue ya tapi! Oh ya, terus mau bawain lagu apa?”. Ini dia, lagu apa ya kira-kira? Lagu romantis yang bisa menggambarkan keadaan gue sama Thara saat ini. Tiba-tiba gue teringat lagu Jason Mraz yang dinyanyikan dengan Colbie Caillat, berjudul “Lucky”. “Perfect!” pikir gue, lagu itu kayaknya cukup mewakili perasaan gue sekarang, selain itu, lagu itu juga lagu duet, kian menambah sempurna rencana gue. Langsung gue ketik sms balasan untuk Thara; “Gue tau lagu yang bagus! Lagunya Jason Mraz feat. Colbie Caillat! “Lucky”! Gimana menurut lo?” beberapa detik kemudian sms sudah terkirim, gue tinggal menunggu balasan. Kira-kira gimana ya responnya? Apa dia setuju? Apa menurutnya lagu itu juga ‘perfect’ untuk kita bawain? Apa jangan-jangan dia bisa ngeliat maksud tersembunyi gue dibalik semua ini? Di dalam kepala gue muncul berbagai macam pertanyaan dan dugaan, selain itu Thara gak kunjung membalas sms gue, 10 menit berlalu, gue takut jangan-jangan dia tau kalo gue suka sama dia? Dan sebenernya dia gak mau itu? Gue masih berpikir macam-macam sebelum akhirnya 5 menit kemudian, sms yang ditunggu-tunggu pun tiba. Langsung gue baca; “Maaaaf To balesnya lama, tadi gue dipanggil mama, hehe. Wah, bener juga, “Lucky” ya? Perfect! Gue setuju deh.” gue seneng setengah mati baca sms balasannya, ternyata dia berpikir hal yang sama, menurutnya lagu itu sempurna untuk kita! Lalu gue baca lanjutannya dari isi sms-nya; “Yaudah, besok lo ke sini ya! Bawa Gitar lo, besok gue sms deh jamnya oke? J Oh ya btw, lo tau gak bla..bla..bla…”. Lalu kita lanjut sms-an ria sampai larut, walaupun sebenernya gue pengen cepet-cepet tidur karena gak sabar untuk besok datang ke rumahnya. Uh, kayaknya gue bakal mimpi indah malam ini!
Keesokan harinya, sekitar jam 1 siang gue sampai di depan rumah Thara. Lalu dia keluar dan menyambut gue. Ini bukan pertama kalinya gue ke sini, karena sebelumnya sudah beberapa kali gue mengantar dia pulang sepulang sekolah, tapi baru kali ini gue masuk ke rumahnya. Gue ketemu dengan ibunya, juga dengan adik satu-satunya yang masih kelas 2 SD. Lalu kami berdua duduk di teras depan, setelah bercengkrama beberapa saat, kami pun memulai latihan.
Tidak terasa 3 jam sudah berlalu. Gue selalu sebel kenapa tiap kita melewatkan waktu melakukan hal yang kita senang waktu terasa begitu cepat berlalu, sungguh suatu fenomena yang gue sangat ingin tau jawabannya. Saat ini gue sama Thara masih bercengkrama di teras depan rumahnya, latihan lagunya kami rasa cukup untuk hari ini, walaupun dari tadi gue rasa lebih banyak ngobrolnya daripada latihannya. Saat ini Thara sedang bercerita tentang pengalamannya pentas satu tahun yang lalu, “Masa nih ya, waktu gue nyanyi, tiba-tiba ada bapak-bapak dari bawah maksa naik ke atas panggung, terus dia joget-joget gitu di sebelah gue, dan yang lebih absurd lagi, sebelum dia turun dia ngasih gue selembar duit 100 ribuan, gue disawer! Gila gak tuh? Emangnya gue penyanyi Dangdut apa? Selesai manggung gue diketawain sama temen-temen band gue, tapi abis puas ngetawain gue mereka malah minta ditraktir pake duit saweran tadi, sialan banget deh pokoknya!” kata Thara menggebu-gebu. Gue tertawa mendengarnya, lalu dia pun ikut tertawa. Cara dia menceritakan sesuatu sangat menyenangkan, ceritanya jadi terdengar lebih seru, ini juga yang jadi salah satu alasan gue betah ngobrol lama-lama sama dia.
Setelah Thara selesai menceritakan kisahnya tadi, keadaan menjadi sunyi selama beberapa detik, kami seakan kehabisan atau kebanyakan hal untuk dibicarakan, jadi bingung mau ngomongin apa lagi. Gue juga lagi mikir ingin membahas topik apa lagi sebelum tiba-tiba Thara mengagetkan gue dengan pertanyaannya. “Eh ya, gue mau nanya deh, boleh kan?” tanya Thara, tiba-tiba raut wajahnya menjadi serius. “Boleh lah, emang mau nanya apa deh?” jawab sekaligus tanya gue. Thara masih menatap gue serius, lalu setelah menghela nafas, dia kembali bertanya, “Gue mau tau alesan lo kenapa milih lagu ‘Lucky’ buat kita nyanyiin nanti?”, “G..g..gak ada alesan apa-apa kok, menurut gue lagu itu bagus aja,” karena kaget dan tiba-tiba merasa gugup, gue menjawab tanpa berpikir, jawaban yang salah. “Yakin gak ada alesan khusus?” tanya Thara lagi, yang masih menatap gue serius. “I..iya gak ada kok…” jawab gue asal lagi. Thara lalu mengalihkan pandangannya, tampaknya dia kecewa dengan jawaban gue. Lagian kenapa gak gue bilang aja sih yang sejujurnya? Duh, bodohnya gue! Sekarang gue harus mengatakan sesuatu, kalau gak kesempatan gue sama Thara bisa hancur gara-gara blunder gue barusan.
“Emm, ta..tapi..” kata gue sambil terbata, lalu Thara menoleh dan menatap gue kembali, diwajahnya tergambar raut muka bete. “Hmm, gi..gimana kalo kita anggap gini aja, gue pu..punya alesan khusus, tapi gue gak bisa ka..kasih tau lo sekarang, tapi gue bakal ngasih tau lo pas acara ulang tahun sekolah kita nanti, gi..gimana?” kata gue dengan susah payah menahan gagap dan rasa malu, Thara masih menatap gue dengan raut betenya, lalu berkata, “Kenapa harus saat itu? Kenapa gak sekarang aja?”, “Yah…bi..biar seru aja, he..ehehe,” jawab gue sambil memaksakan untuk tersenyum. Sementara Thara hanya terdiam menatap gue selama beberapa saat, lalu tanpa diduga-duga dia pun berkata, “Hmph, baiklah, gue ikutin cara lo. Tapi, lo janji ya lo harus bilang saat itu!”. Mendengar hal itu gue serasa baru saja keluar dari dalam perut Buaya dalam keadaan masih hidup, gue selamat dari kesalahan gue sendiri! Sekarang kesempatan gue masih terjaga, tinggal menyiapkan mental untuk benar-benar ‘mengatakannya’ minggu depan. “Iya, gue janji!” kata gue ke Thara, lalu dia pun tersenyum manis. Ah, cewek emang makhluk yang gak bisa ditebak!
Di perjalanan pulang pikiran gue menerawang jauh memikirkan minggu depan. Kayaknya gue harus memikirkan suatu rencana untuk menyatakan cinta gue ke Thara. Tapi gue mau sesuatu yang gak biasa, tapi..gimana ya enaknya? “Ah! Benar juga!”, tiba-tiba terbersit ide brilian di kepala gue. Yang lalu gue pikirkan dan matangkan di sepanjang perjalanan gue pulang ke rumah. Hmm, gue gak sabar menunggu hari Sabtu depan!
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar