“1..2..3..4..”
JREEEEEEENGG~
Alunan musik terdengar dari gedung kesenian SMA Smasuka, intro dari lagu “Diam Tanpa Kata” dari band D’Masiv menggema di setiap sudut ruangan. Saat ini, anak-anak dari ekskul seni musik sedang berlatih di sana. Sebuah panggung yang cukup besar sedang dijadikan sebagai lahan unjuk kemampuan oleh 5 orang cowok, yaitu Budi yang bermain Drum, Ipan yang membetot Bass, Eko yang membesut Gitar, Wawan yang berada di ujung panggung menyanyi dengan lantang, lalu gue, seorang cowok bernama Tito yang juga memegang instrumen Gitar. Kami berlima adalah salah satu dari sekian grup band di SMA Smasuka, yang terbentuk dari ekskul seni musik yang beranggotakan sekitar 30 murid dari semua kelas. Gue berasal dari kelas 1.10, sementara keempat temen gue tadi sebenernya adalah senior gue, mereka dari kelas 2.6, hanya Eko yang berasal dari kelas 2.7. Sementara kami berlima tampil, anggota ekskul yang lain berada di depan panggung, beberapa diam mendengarkan kami, sedangkan yang lain sibuk memainkan alat musik atau hanya sekedar mendengarkan kami sembari mengobrol.
Waktu sudah sore hari, kegiatan belajar-mengajar sudah selesai, yang tersisa hanyalah tinggal kegiatan ekskul. Hari-hari seperti ini sudah berjalan sekitar 3 bulan, dan yah…gue cukup menikmati menjalaninya, sepulang sekolah gue langsung ekskul musik, atau kumpul sama temen-temen SMP gue, terkadang gue main game sama temen-temen sekelas gue, pokoknya memanfaatkan waktu untuk bersenang-senang selagi masih kelas 1.
Sebenernya ada 1 hal lagi yang bisa bikin masa-masa “Masih-Kelas-1-SMA” gue bertambah indah, yaitu-yang sebenernya gue malas untuk mengakuinya-punya pacar. Entah kenapa, yang ada di dalam kepala para remaja hanyalah tentang lawan jenis, cari-cari perhatian, pacaran, dan cinta-cintaan. Dan karena gue juga termasuk remaja, gue pun terpaksa memikirkan hal yang sama. Tapi sayangnya, gue punya kelemahan terhadap cewek. Gue bisa berlaku normal ke cewek yang gue anggap temen aja alias gue gak ada perasaan apa-apa ke dia, tapi ketika harus berhadapan dengan orang yang gue taksir, keadaan bisa menjadi sangat buruk, gue bisa jadi super gugup bahkan menjadi sangat pemalu untuk menyapanya sekalipun. Hal ini juga yang menjadi salah satu alasan gue masih sendiri sampai saat ini.
Bicara tentang cinta, saat ini gue sedang menaruh cinta pada seseorang. Semua berawal dari sebulan yang lalu. Suatu Senin, ketika sedang upacara bendera, mata gue menangkap seorang cewek yang bertugas membawa bendera, dia sangat manis, bisa dibilang gue jatuh cinta pada pandangan pertama. Ketika lagu kebangsaan dinyanyikan dan pandangan semua orang tertuju pada bendera, gue masih setia menatap cewek itu, yang sedang perlahan-lahan menggiring bendera ke awan. Setelah selesai upacara bendera, gue pun medeklarasikan diri gue jatuh cinta ke cewek tadi, yang hal ini menjadi masalah karena kelemahan gue ketika menghadapi cewek. Masalah menjadi berlipat begitu gue tau kalo cewek yang gue taksir berasal dari kelas 3. Menjalin hubungan dengan cewek sekelas atau 1 angkatan aja gue sulit, apalagi kelas 3, darimana gue bisa dapet link ke dia? Duh! Payahnya gue.
Perlu beberapa hari untuk gue bisa tau namanya, cewek itu bernama Thara. Hal ini pun gue tau dari foto peserta Try Out yang ditempel di mading kelas 3. Setelah memilah dari ratusan nama dan foto dari kelas 3.1 akhirnya gue temukan pujaan hati gue di kelas 3.5. Namun mengetahui semua hal itu pun menjadi percuma, karena selama sebulan kedepan gue cuma bisa jadi pengagum rahasianya. Ketika waktu istirahat dan semua murid berada di kantin, mata gue selalu bisa nemuin Thara di antara kerumunan orang, namun gue cuma bisa memandangnya dari jauh. Ketika waktu pulang, pandangan gue selalu “mengantar” Thara sampai ke pintu gerbang, sampai akhirnya dia hilang ditelan tembok sekolah.
Jadi sejauh ini gue cuma tau nama dan kelasnya saja, gue belum tau banyak tentang dia. Gue gak tau di mana rumahnya, atau nomor teleponnya. Gue gak berusaha untuk cari tau, karena gue berniat untuk tau hal-hal itu langsung dari yang bersangkutan, walaupun gue juga gak tau itu mungkin terjadi apa gak. Gue juga gak berniat untuk minta bantuan orang lain, entah kenapa gue juga ngerasa malu kalau orang lain tau gue lagi suka sama seseorang, makanya gue pendam masalah ini untuk diri gue sendiri, sambil berharap akan datangnya sebuah keajaiban dimana gue dapet kesempatan untuk bisa mendekati Thara. Miris memang, tapi itulah gue.
Wawan sedang menyanyikan bait dari reff terakhir lagu “Complicated Heart”-nya Michael Learns To Rock. Waktu sudah menunjukan jam 5 sore, kegiatan ekskul hari ini hampir berakhir, beberapa anak sudah mulai merapikan alat-alat dan membersihkan ruangan. Lagu sudah memasuki bagian Outro dan akan segera berakhir.
Ketika sedang membereskan alat-alat di atas panggung Wawan menghampiri gue, “Uy, To,” sapanya. “Buat acara ulang tahun sekolah kita bulan depan, kita bawain lagunya Nidji yang “Kau Dan Aku”, nyok? Gue udah ngomongin ke anak-anak di kelas tadi pagi, mereka udah setuju, tinggal lo doang nih, gimana bro?”, Wawan membujuk gue sambil menaik-turunkan alisnya, walaupun kesannya jadi agak aneh karena sesama cowok. “Yaudah, oke kok,” jawab gue kalem, “Nanti gue kulik.”, “Sip! Lusa kita mulai latian ye!”.
Setelah ekskul, gue selalu langsung pulang, karena biasanya jam menunjukan pukul 17.30, juga karena rumah gue cukup jauh dari sekolah, yaitu sekitar 30 menit, gue gak mau pulang ketika hari udah gelap.
Tiap malam sebelum tidur gue selalu mengambil Gitar, lalu memainkan beberapa lagu. Malam ini, entah kenapa suasananya terasa begitu sentimentil, gue memikirkan Thara. “Sedang apa ya dia? Jangan-jangan dia juga lagi mikirin gue?” ngaco lamun gue dalam hati. Lalu gue memainkan beberapa kord lagu-lagu romantis, sambil menyanyikan baitnya di dalam kepala gue. Gue kembali kepikiran sama usaha gue untuk mengenal Thara yang sama sekali belum ada kemajuan. Gue bisa memikirkan beberapa cara atau skenario untuk gue bisa kenal sama Thara, tapi untuk melakukannya bukanlah perkara mudah buat gue. Setelah memainkan beberapa lagu dan berpikir beberapa saat, lalu gue teringat akan sebuah lagu yang mungkin cocok sama keadaan gue sekarang, yaitu lagunya Mocca yang berjudul “Secret Admirer”. Genjrengan Gitar pun kembali mengalun di kamar gue, sambil membayangkan lirik lagu “Secret Admirer” dinyanyikan oleh Thara, lalu gue sebagai pemuja rahasianya yang hanya bisa mengganggu kehidupannya. Konser gue malam ini pun ditutup oleh lagu itu, lalu sang Stupid Admirer beranjak tidur.
Esok harinya, hari dimulai seperti hari-hari biasanya, gue berangkat ke sekolah jam setengah 7 pagi, lalu kembali berkutat dengan pelajaran sampai siang hari. Hari ini hari Rabu, gak ada kegiatan ekskul seni musik hari ini, karena jatah menggunakan gedung kesenian hanya hari Selasa dan Kamis. Tapi tiap ekskul di sekolah gue masing-masing memiliki satu ruangan yang biasa disebut markas oleh anggota ekskul tersebut. Ketika bukan pas hari latihan, ruangan tersebut biasa dijadikan tempat ngumpul oleh beberapa orang anggota yang sengaja datang untuk sekedar mengobrol atau mengurus kepengurusan ekskul. Selesai hari ini pun gue berniat untuk ke markas seni musik, selain karena gak ada rencana sebelumnya, gue mau ngulik lagu buat latihan besok, sekaligus bercengkrama dengan temen-temen ekskul seni musik yang belum semuanya gue kenal dan akrab.
Kelas sudah selesai setengah jam yang lalu, setelah makan siang di kantin sekolah, gue beranjak ke markas seni musik yang terletak di belakang gedung kelas dari areal sekolah gue. Ketika sampai di depan pintu markas gue perhatiin ternyata ruangan masih sepi, karena biasanya tumpukan sepatu terlihat di depan pintu, tetapi saat ini hanya ada sepasang sepatu yang gue pikir adalah senior gue yang pengurus ekskul, karena hanya mereka yang punya kunci pintu markas ini. Setelah sepatu gue menemani sepasang sepatu tadi, gue pun masuk ke dalam ruangan, ruangan benar-benar sangat sepi, tidak terlihat seorang pun. Gue masuk ke dalam dan berjalan ke pojok ruangan untuk menaruh tas gue, lalu tiba-tiba ada suara yang mengagetkan gue. “Hei! Siapa ya?” gue lalu menoleh ke arah sumber suara. Di depan gue berdiri sesosok cewek tinggi berambut pendek, kulitnya putih, mukanya bulat dan berhidung mancung, dan sepasang matanya menatap gue dengan pandangan curiga. Hanya perlu waktu kurang dari sedetik buat otak gue menganalisa siapa dia, yang ternyata gue kenal, dialah Thara, cewek yang gue puja secara diam-diam selama ini, tapi ngapain dia di sini?
Penyakit gue jelas kambuh. Gue langsung gugup dan salah tingkah, gue yakin akan tergagap kalo ngomong, yang ternyata benar. “Gu…gue anggo..gota ekskul mu..mus..sssik…” jawab gue tergagap karena saking gugupnya dengan kejutan yang gue dapet disiang bolong. Mata gue masih menatap sesosok cantik di depan gue dengan setengah gak percaya, gue masih bertanya-tanya dalam hati kenapa dia bisa ada di sini. “Oooh, gue kira maling, abis gak ada suara tapi tiba-tiba ada orang!” kata Thara, tatapannya berubah lega. “Nama lo siapa”? tanya dia melanjutkan. “Ti..Tito…” jawab gue masih terbata. “Hah? Titito? Nama lo aneh,” kata Thara sambil kembali mengubah tatapannya menjadi skeptis. “Bu..bukaaan! Nama gue Tito!” jawab gue berusaha mengendalikan diri. “Ooh, abisnya lo gemeteran gitu. Kenapa deh?” Thara kembali menatap gue curiga. “Euh…gak apa-apa kok, gue..gue kaget aja tadi, ehehe,” kata gue sambil memaksakan senyum. “Hm, yaudah. Lo dari kelas berapa?” tanyanya. “Gue anak 1.10.” jawab gue yang sudah mulai bisa mengendalikan keadaan. “Oooh. Oh ya, nama gue Thara, gue anak kelas 3.5,” sambil menyodorkan tangannya. “Gue udah tau, cantiiiiik!” teriak gue dalam hati, tapi gak berani untuk benar-benar meneriakannya. Lalu gue sambar tangan Thara, dan gue pun secara resmi kenalan sama Thara. Yesss! Misi sukses secara gak sengaja!
“Oh ya, hmm, kok lo ada di sini?” tanya gue ke Thara. Saat ini kita sedang duduk di lantai, Thara duduk persis di depan gue, sebuah pemandangan yang sulit ditahan, gue hampir gak bisa ngelepasin pandangan gue dari dia, walaupun gue masih malu dan grogi ketika tatapan kita berdua saling bertemu. “Oh, lo belum tau ya?” jawab sekaligus tanya Thara, “Gue tuh sebenernya pengurus ekskul musik tau, tapi karena gue sekarang kelas 3, dan banyak banget Try Out, jadinya gue terpaksa ngurangin aktivitas gue di ekskul ini.” lanjut Thara menjelaskan semuanya. “Oh, begitu.” kata gue dalam hati yang gue masih heran kenapa gak gue katakan langsung aja. “Tahun lalu gue aktif banget,” Thara melanjutkan pembicaraan, “Hampir tiap hari gue ke sini, dari angkatan gue juga banyak yang anak musik, tapi sekarang paling cuma beberapa doang yang masih sering main ke sini.” kata Thara. “Oh..iya bener…” respon gue singkat, karena masih gugup. Thara ternyata sangat friendly, ketika sedang bicara sangat terlihat kalau dia bicara dengan penuh perasaan. Kayaknya kesempatan gue untuk bisa lebih dekat dengannya masih sangat terbuka lebar.
“Ngomong-ngomong, lo main alat musik apa?” Thara kembali bertanya. “Hm..Gitar,” jawab gue. “Serius?”, “Iya…”, “Wah, hebat dong kalo gitu!” kata Thara bersemangat. Entah kenapa gue merasa senang karena pujian barusan, padahal dia belum pernah ngeliat permainan Gitar gue yang sebenernya masih biasa-biasa aja. Yah, semuanya akan menjadi “lebih” ketika bersama orang yang kita suka. “Kalo gue cuma bisa nyanyi.” lanjut Thara. “Wah, kebetulan banget! Gue bisa ngiringin dia nyanyi!” pikir gue, sebelum kemudian ucapan Thara kembali meledak. “Oh iya! Lo bisa main gitar kan!? Coba dong iringin gue nyanyi!” katanya sambil menggebu-gebu, seolah-olah dia membaca pikiran gue barusan. Oh Tuhan! Padahal gue gak inget mimpi apa gue semalem, tapi hari ini secara tiba-tiba menjadi hari yang indah! Bukan hanya bisa kenalan dan ngobrol sama cewek pujaan gue selama ini, tapi ternyata dia juga suka nyanyi dan barusan dia minta gue untuk iringin dia nyanyi! Hal ini ibarat mimpi yang gue impikan di dalam mimpi, kemudian menjadi kenyataan!
1 jam kemudian Thara pamit pulang karena harus mengikuti les pelajaran. Tapi 1 jam barusan adalah 1 jam terbaik dalam hidup gue selama ini. Selama 1 jam gue dan Thara memainkan banyak lagu, ternyata Thara hebat dalam menyanyi, suaranya juga sangat bagus. Dia juga memuji permainan gitar gue, dia seneng karena gue bisa mainin semua lagu yang tadi dia minta. Dan di atas semua itu, dia janji kalau besok dia akan dateng nonton gue latihan di gedung kesenian. Saat ini gue overdosis rasa bahagia, kalo gak gue tahan gue bisa aja senyum terus, tapi karena sekarang sudah banyak orang di markas seni musik, jadi terpaksa gue tahan deh.
Setengah jam kemudian gue beranjak dari markas seni musik dan bergegas pulang. Gue berjalan dengan bahagia, gue senyum-senyum sendiri ketika mengingat apa yang terjadi 1 jam yang lalu. Ketika sampai di areal parkir sekolah, gue ngeliat temen gue anak kelas sebelah yang juga temen SMP gue, namanya Cozy, dia sedang duduk di atas jok motornya dan terlihat agak murung, lalu gue hampiri dia. “Oy, Ji, kenapa lu murung amat?” tanya gue. Cozy mengangkat wajahnya lalu ngeliat gue, “Oh, elu To, iya nih, stress gue,” katanya lemas. “Lah, stress kenapa??” tanya gue cemas, walaupun gue kayaknya tau alasannya. “Iya, gue belum dapet juga cewek idaman gue…” jawab Cozy. Tebakan gue bener. “…emang lo udah investigasi sampe mana?” tanya gue. “Yah..dari angkatan kita kan udah gue coba denger semua, ternyata belum dapet juga. Terus gue coba masuk ekskul Paskibra yang banyak anak ceweknya, tapi ternyata gak ada juga. Baru tadi gue ngundurin diri dari anggota Paskib…” jelas Cozy. “Masih ada kelas 2 dan kelas 3 sih, tapi kayaknya gue mulai ngerasa kalo ‘dia’ gak ada di sekolah ini deh…” kata Cozy lesu. Gue cukup kasihan juga sama temen gue yang satu ini. Sebenarnya dia tergolong keukuran cowok ganteng, buat dia perkara mudah untuk deketin cewek, hanya saja, dia punya selera aneh dalam menilai cewek, buat dia cewek dinilai dari suaranya, ada yang bersuara cantik, imut, anggun, merdu, adem, indah, lembut dan lain-lain, begitu kata dia. Maka dari itu dia hanya mau nerima cewek yang memiliki suara yang indah menurut telinga dia. Memang cowok yang aneh. Yah..tapi biar gimanapun dia adalah sobat gue sejak SMP, gue patut menghibur dan bantu dia. “Lah, elo Ji, nyari cewek suara cakep kok di Paskibra, mereka kan kalo ngomong pasti sambil teriak, misalnya; ‘HORMAT GRAK!’ atau ‘BALIK KANAN, GRAK!’” kata gue sambil teriak menirukan petugas Paskibra. “Kalo teriak gitu, mana ada indah, ada juga gahar! Dan gue yakin kata favorit cewek Paskib pasti ‘GRAK’, bisa aja kan nanti pas jadian, tiap dia ngomong sama lo terus dia pake kata itu, misalnya; ‘Jemput aku dong, GRAK!’ atau ‘Jangan selingkuh ya sayang, GRAK!’”, “Hahahaha, bisa aja lo To! Tapi bener juga ya! Hahaha!” Cozy tertawa mendengar lelucon gue. “Jadi, sebaiknya dimana dong gue cari cewek yang punya suara indah?” tanya Cozy.
“Yah, suara indah kan biasanya identik sama nyanyi, walaupun gak selalu sih, tapi kemungkinannya kan besar.” kata gue ngasih opsi. “Ekskul musik dong? Lo anggota kan? Emang ada penyanyi cewek di sekolah kita?” tanya Cozy penasaran. “Ada dong man. Ada tuh anak kelas 3, namanya Thara, suaranya bagus banget, dia anak ekskul musik, tadi gue latihan bareng dia dan….”. Waduh, gue kebanyakan ngomong, kok gue malah ‘ngejual’ cewek yang gue taksir, ke Cozy pula, dia pasti semangat kalo ngedenger ada cewek yang bersuara bagus. Gawat! Lalu gue tatap Cozy sambil berharap dia gak denger, tapi ternyata dia denger tiap kata dan tiap huruf yang gue bilang tadi, dia tersenyum lebar, seperti mendapat secercah harapan. “Wah! Jadi ada ya?” kata Cozy menggebu-gebu, sambil kedua tangannya memegang pundak gue. “Kalo gitu gue mau gabung ah! Ekskul musik latian lagi kapan?”, “Uh..be..besok..” kata gue terbata. “Besok? Sip lah! Besok gue ikut lo latian ya! Terus kenalin gue ya ke cewek itu, oke, man?” Cozy berkata sambil mendekatkan wajahnya ke wajah gue, rupanya dia bener-bener excited. “Oke gak, man?” tanya Cozy lagi. “I…iya..oke..” jawab gue masih terbata.
“Duh, apa yang gue pikirin sih? Kok gue iya-iya aja? Cozy lebih ganteng dan lebih luwes ketika ngedeketin cewek, kalo gue berebut cewek sama dia pasti gue kalah!” batin gue dilema, gue jadi nyesel karena udah keceplosan tadi. Tiba-tiba di dalam kepala gue terbersit solusi dari keadaan ini, yaitu gue harus bilang ke Cozy, kalo cewek yang gue maksud tadi itu adalah cewek yang gue incar, kalo gue bilang gitu dia pasti ngerti. “Wah, ternyata Tuhan masih melindungi kesempatan gue untuk bisa sama Thara!” kata gue dalam hati, batin gue serasa diberi tangga untuk didaki kembali. “Eh, Ji…sebenernya…” belum sempet gue menyesaikan kalimat gue, Cozy langsung memotong, “Makasih berat nih To! Lo emang sobat gue yang terbaik deh! Waktu itu lo ngenalin gue ke Sherly, walaupun akhirnya gak sesuai sih. Tapi sekarang lo mau ngenalin gue ke cewek lain lagi, gila, seneng banget gue punya temen kayak lo, hahaha,”.
Aduh, mampus gue. Cozy keliatan seneng banget, udah gitu dia bilang gue sobat terbaik dia, masa gue tega ngecewain dia setelah dia ngomong gitu. Batin gue serasa terjun bebas dan tertimpa tangga yang tadi. Gue gak sanggup berkata apa-apa. Beberapa saat kemudian Cozy beranjak pulang memacu sepeda motornya, meninggalkan gue yang sekarang terduduk murung di atas jok motor, memikirkan kebodohan gue dan rasa bahagia yang ternyata hanya terasa singkat. Gue ngerasa kayak baru aja bermain “Estafet Kebahagiaan”, gue baru aja memberikan ‘Kebahagiaan’ ke Cozy, sekarang dia sedang berlari kencang menuju garis finish. Ataukah masih ada pelari berikutnya? Huh, yang jelas ini semua karena kebodohan gue!
Titito, kau bodoh sekali!
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar