Hari itu merupakan hari yang cerah, Matahari memandikan bumi dengan sinarnya yang terang, sambil ditemani lautan awan putih yang menyelimuti langit, hari yang sempurna untuk menuntut ilmu. Saat ini keadaan di SDN Simfoni IX sangat sunyi, waktu belajar sedang berlangsung. Yang bisa terdengar hanya suara guru yang sedang menerangkan pelajaran, sambil diiringi suara goresan kapur di papan tulis. Di kelas 2.B, bu Nita sedang mengajarkan perkalian, semua muridnya diam memperhatikan dia menulis angka-angka di papan tulis, kecuali seorang pria kecil yang duduk di pojok kelas. Dia sedang sibuk menulis di secarik kertas sambil sesekali melirik cewek yang duduk berjarak 3 meja dari tempat dia duduk.
Nama cowok kecil itu adalah Tommy. Belakangan ini dia merasa gak bisa fokus belajar, karena ada suatu hal yang sedang bereaksi di dalam dirinya, ya, dia sedang jatuh cinta. Nama malaikat kecil pujaan hatinya bernama Derisha, seorang cewek dengan rambut keriting panjang. Semuanya berawal dari kejadian beberapa hari yang lalu, yaitu pada saat ulangan pelajaran Bahasa Indonesia. Setelah ulangan selesai, buku ulangan murid-murid pun dikumpulkan di meja guru, lalu kemudian dibagikan lagi secara acak untuk dikoreksi bersama-sama. Tommy mendapat buku tulis Derisha, dan ketika dia melihat tulisan Derisha, dia terpesona. Ini merupakan pertama kalinya dia melihat tulisan cewek, tulisan tangan Derisha sangat bagus dan sangat rapih, sangat berbeda dengan tulisan tangan Tommy atau tulisan tangan cowok teman semejanya yang berantakan. Kemudian dia berusaha mencari tahu siapa cewek yang bernama Derisha, karena kelasnya terdiri dari 50 orang anak dan dia belum hafal semua muka dan namanya.
Ketika Tommy berhasil menemukan sesosok cewek yang bernama Derisha, kebetulan saat itu Cupid sedang membawa anaknya jalan-jalan-atau terbang-terbang-untuk latihan menembak panah, lalu ketika melihat Tommy yang sedang terpesona menatap Derisha, dia pun menyuruh anaknya untuk mencoba kemampuannya. Lalu dengan bimbingan sang ayah, si Cupid Junior pun melepaskan anak panah dan tepat mengenai hati Tommy. Dan kemudian begitu saja, Tommy pun jatuh cinta pada Derisha.
Saat ini Tommy sedang membaca secarik kertas yang tadi ditulisnya. Tulisan yang bengkok-bengkok itu jika dibaca akan berbunyi; “Hai Derisha nanti pas istirahat temuin aku dihalaman belakang kelas ya aku mau kasih tau pentiiiing Tommy”. Setelah puas dibacanya Tommy memberikan kertas itu ke teman yang duduk di meja sebelah dari mejanya untuk kemudian diteruskan ke Derisha. Bu Nita sedang mengajarkan perkalian 9 x 9 di papan tulis saat kertasnya Tommy akhirnya sampai di tangan Derisha. Dibukanya lipatan kertas tersebut lalu dibacanya, kemudian dia menoleh ke arah Tommy, sementara Tommy balas melihatnya dengan tersenyum. Tiba-tiba sekelas dikagetkan dengan suara teriakan bu Nita, “Tommy! Kamu bukannya perhatiin ibu ya! Malah senyum-senyum sendiri!”, Tommy pun kaget, bu Nita dan seisi kelas sedang memperhatikannya. Lalu hal yang lebih buruk pun terjadi, “Coba! 9 x 9 hasilnya berapa Tommy?” tanya bu Nita sambil berjalan ke arah meja Tommy. Sementara Tommy menjadi panik karena tidak tahu jawabannya, “Se..sembilan dika..kali sembilan..se…sembilan sembilan bu?”. Lalu tawa meledak di kelas 2.B, sekelas menertawakan Tommy dan dia juga mendapat hukuman dari bu Nita berupa jeweran di kedua telinga.
Kemudian bel istirahat berbunyi nyaring, Tommy masih menggosok-gosok kedua telinganya yang memerah karena dijewer bu Nita tadi. Lalu dia beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke halaman belakang kelas 2.B. Derisha yang melihat Tommy berjalan keluar kelas pun berdiri lalu mengikutinya karena dia penasaran dengan hal penting yang ingin Tommy sampaikan.
Di belakang bangunan kelas 2, yaitu sepanjang deretan kelas 2.A, 2.B dan 2.C, terdapat sebuah halaman yang lebarnya sekitar 4 meter sampai dengan pagar sekolah. Di halaman tersebut banyak terdapat berbagai macam tanaman yang ditanam dan dirawat oleh murid-murid kelas 2. Halaman tersebut biasa dijadikan tempat bermain ketika waktu istirahat, ada yang main kejar-kejaran, atau hanya duduk-duduk memakan bekal dengan teman-teman sambil melihat bunga-bunga yang tumbuh di belasan pot yang berjejer rapih. Namun tepat di belakang kelas 2.B, terdapat sebuah pohon Ceri besar yang tumbuh lebat, sehingga di bawah pohon itu menjadi rindang tak terkena sinar Matahari. Di batang pohon tersebut banyak terdapat coret-coretan dari anak-anak yang iseng, ada yang mengukir menggunakan batu tetapi kebanyakan mengunakan tip-x, banyak hal-hal yang tertulis di sana, seperti “Power Ranger”, “RONNY SI SPIDERMAN”, atau yang mulai menyerempet ke cinta-cintaan seperti, “Yudha love Ani”, “Nobita ♥ Shizuka”, atau “Pasqual sayang Yuni”, dan masih banyak hal-hal aneh lainnya hasil pikiran anak SD. Ketika pohon Ceri itu sedang berbuah matang, anak-anak akan mengerumuni pohon itu dan berebut memetik buah Ceri dengan sebatang tongkat pemetik yang ada di sana. Namun saat ini pohon Ceri tersebut belum berbuah matang, hanya buah-buah kecil berwarna hijau yang menggantung di sela-sela dedaunan, sehingga tidak menarik minat anak-anak untuk berburu buah Ceri.
Saat ini di bawah pohon Ceri yang rindang sedang berdiri dua anak muda yang akan mengukir sejarah di lembar kehidupan mereka. Derisha menghampiri Tommy ketika dia sedang berusaha mencari buah Ceri yang sudah memerah, lalu menyapanya. “Hai Tom,” sapa Derisha dengan tipikal suara imut cewek yang masih kecil. “Hai Derisha,” balas Tommy sambil berbalik badan menghadap Derisha. “Emang kamu mau kasih tau apa?” tanya Derisha langsung. “Aku suka sama kamu, Sha.”, tembak Tommy tanpa beban dan keraguan. Derisha tersenyum mendengarnya, “Suka sama aku? Waah, makasih ya!”. Derisha terlihat senang mendengarnya. “Terus, hal pentingnya yang kamu mau kasih tau apa?” tanya Derisha lagi. “Ya itu tadi,” balas Tommy langsung, “Aku mau kamu jadi pacar aku, kamu mau gak?”. “Pacar itu apa?” tanya Derisha polos, wajahnya terlihat bingung. “Aku mau kita pacaran,” kata Tommy lagi, tetapi hanya membuat Derisha semakin bingung, “Pacaran itu ngapain?”.
“Kamu gak tau pacaran?” tanya Tommy yang agak kaget karena Derisha gak tau tentang pacaran. “Nggak. Emang apa?” tanya Derisha, wajahnya terlihat penasaran karena ini adalah pertama kali bagi dia denger kata ‘pacaran’. “Pacaran itu, cowok sama cewek berduaan, pegangan tangan.” kata Tommy menjelaskan. “Terus?” tanya Derisha lagi yang masih belum mengerti. “Hmm, pokoknya mereka cuma boleh berduaan! Gak boleh sama orang lain.” kata Tommy asal, padahal dia cuma sok tahu. “Iih, gak seru dong, gak bisa main rame-rame! Gak mau ah.” kata Derisha. “Ih, bukaan! Kalo cuma main aja mah gak apa-apa!” kata Tommy lagi masih berusaha membujuk. “Jadi apa dong? Kamu gak jelas ngomongnya!”.
“Hmm..apa ya..pacaran itu..hmm…”, kata Tommy bingung, dia berusaha mengingat-ingat sesuatu. “Hihihih, kamu lucu! Masa kamu yang ngajak aku tapi kamu gak tau. Aneh kamu.” kata Derisha sambil tertawa geli, sementara Tommy merasa malu, pipinya memerah, ini pertama kalinya dia merasa malu karena diledekin cewek, padahal biasanya dia dan teman-temannya yang suka meledek dan iseng kepada cewek. “Uuuh, po..pokoknya kalo pacaran itu berduaan terus deh!” kata Tommy berusaha mengelak karena malu.
“Emang kamu tau pacaran darimana?” tanya Derisha yang sekarang merasa kalau Tommy itu cowok yang aneh. “Dari kakakku.” jawab Tommy. “Kakak kamu gimana kalo pacaran?” tanya Derisha lagi. “Hmm, dia kalo pulang sekolah selalu dianter pacarnya, terus pacarnya juga suka main ke rumah aku, terus kalo malem minggu kakak aku selalu jalan-jalan keluar sama pacarnya.”. Tommy berusaha menjelaskan sebanyak yang dia tau dari hubungan kakaknya. “Oooh. Emang kakak kamu kelas berapa” tanya Derisha yang menjadi semakin penasaran. “Kelas 3 SMA”, “Ih, pantesan kakak kamu mah udah gede jadi boleh kayak gitu, kita kan masih anak-anak. Aku pasti dimarahin mama kalo malam-malam pergi keluar. Aku gak mau ah pacaran.”.
“Tapi..tapi aku suka sama kamu Sha, aku cinta sama kamu,” Tommy masih berusaha membujuk. “Cinta? Itu apa lagi?” tanya Derisha polos. Tommy menjadi bingung lagi untuk menjelaskan, karena dia sendiri sebenarnya gak tau apa itu cinta. Keadaan menjadi sunyi sesaat, beberapa anak sedang bermain kejar-kejaran melewati mereka. “Cinta itu..kayak…kayak perasaan aku ke kamu sekarang,” kata Tommy berusaha menjelaskan. “Emang rasanya gimana?” tanya Derisha karena gak bisa membayangkannya. “Rasanya..rasanya spesial, yaa..ya kayak gini!”, “Gimana?” tanya Derisha masih bingung. “Aduh!” Tommy pun menjadi ikut-ikutan bingung. “Hmm, mungkin rasanya sama kayak perasaan kamu ke aku sekarang. Gimana rasanya?” tanya Tommy. Sementara Derisha diam sebentar, berusaha merasakan sesuatu. “Hmm, gak ada rasa apa-apa, biasa aja tuh.”. Sebenarnya yang baru saja terjadi ke Tommy adalah “Ketika Cinta Bertepuk Sebelah Tangan”, tetapi karena dia masih anak-anak, buat dia hal itu masih terlalu rumit untuk disadari oleh akal pikirnya. Derisha pun demikian, dia tidak menyadari kalau dia sedang menolak cowok yang suka padanya, karena sebenarnya dia tidak mengerti situasi ini, baginya ini hanyalah obrolan biasa antar teman sekelas.
“Emangnya kamu gak pernah denger cerita yang ada cinta-cintanya?” tanya Tommy yang masih berusaha untuk membuat Derisha mengerti perasaannya. “Mmm, kayaknya pernah sih. Dulu mama aku pernah cerita tentang seorang putri kerajaan yang diculik, terus dia diselamatin sama pangeran yang datang bawa pedang dan naik kuda putih. Si putri selamat dan katanya pangeran itu cinta sejatinya, abis itu mereka hidup bahagia selamanya.” kata Derisha menjelaskan sambil mengingat-ingat cerita mamanya. “Nah itu dia!” kata Tommy bersemangat, akhirnya dia mendapatkan cara untuk mejelaskan perasaannya. “Kalo gitu anggap aja aku pangeran yang dateng nyelametin kamu, aku cinta sejati kamu!”. “Ih, kayaknya nggak deh. Kamu gak pernah nyelametin aku, kamu gak punya kuda putih, kamu juga bawa pedang. Aku gak mau.” tolak Derisha. Lalu layaknya orang yang belum mengenal kata menyerah-karena memang begitu adanya-Tommy kembali berusaha membujuk Derisha, dia pun berkata, “Jadi, kalo aku nyelametin kamu, terus aku ke sekolah naik kuda putih, dan bawa pedang, kamu mau pacaran sama aku, Sha?”.
“Mau!” jawab Derisha, Tommy pun senang mendengarnya. “Tapi emang kamu punya pedang sama kuda putih?” tanya Derisha. “Gampang, nanti aku minta sama mama aku. Besok aku bawa ke sekolah deh. Tapi kamu janji ya kamu mau jadi pacar aku besok?” tanya Tommy untuk memastikan. “Iya aku janji, kamu juga janji ya!” jawab Derisha, yang membuat Tommy senang sepenuh hati mendengarnya. Karena pikiran anak-anak, mereka berdua sama-sama percaya kalau besok Tommy akan bisa datang ke sekolah dengan menaiki kuda putih dan membawa pedang selayaknya pangeran di cerita dongeng. “Yaudah, aku ke kelas ya, aku mau makan bekal makan siangku”, kata Derisha. “Iya aku juga, bareng yuk!” lalu mereka berdua beranjak kembali ke kelas.
Sesampainya di rumah, Tommy langsung menghampiri ibunya lalu meminta dibelikan kuda putih dan pedang sungguhan, yang tentu saja ditolak ibunya. Tommy menangis dan merengek selama beberapa jam, lalu ketika dia sudah capek membujuk ibunya yang tidak ada hasil, dia pun mengurung dirinya di kamar. Dia merasa sedih karena merasa sudah berjanji pada Derisha, dia juga merasa kalau keadaannya begini, dia tidak akan bisa mendapatkan cewek yang disukainya. Dia masih berusaha untuk tetap menangis dengan harapan ibunya akan mendengarnya lalu memutuskan untuk menuruti permintaannya.
Sekitar setengah jam kemudian, seseorang masuk ke kamar Tommy. Tommy berharap kalau itu ibunya, namun ternyata itu kakaknya. Seperti yang Tommy bilang, kakaknya adalah murid kelas 3 SMA, dia bernama Thara. Tommy sangat dekat dengan kakaknya, selain karena mereka hanya 2 bersaudara. “Kamu kenapa toh dek?” tanya kakaknya cemas sambil duduk di pinggir kasur Tommy. “Anu..kak…”, Tommy pun menjelaskan semua yang terjadi di sekolah tadi, tetapi kakaknya malah tertawa mendengar ceritanya. “Hahahahaha! Serius kamu bilang begitu!? Hahahaha, adekku ini emang lucu lucu lucuu!” kata Thara sambil mencubit kedua pipi adiknya. “Ja..jadi gimana dong kak? Aku kan udah janji sama dia…” tanya Tommy sambil memelas. “Hihihi, ya gak mungkin lah mama mau nurutin kamu!”, “Emang kenapa kak?”, “Nih ya, kuda putih itu jarang ada, harganya juga mahal, kasian mama. Selain itu kalo kamu ke sekolah naik putih yang ada orang-orang malah ngetawain kamu! Hahaha” jelas Thara sambil kembali mencubit pipi adiknya. “Selain itu juga, pedang sungguhan tuh bahaya, kamu kan masih belum boleh pake alat-alat yang tajam, inget kan?”, “Iya sih kak..tapi…jadi aku harus bilang apa dong besok?” tanya Tommy. Thara menatap wajah adiknya sambil tetap menahan tawa karena kepolosan anak-anak. “Yaudah nih, kakak kasih tau, kamu dengerin yah! Besok kamu bilang gini aja…bla..bla..bla”.
Keesokan harinya di sekolah, Tommy kembali menggunakan cara yang sama dengan kemarin untuk mengajak Derisha ketemuan, tetapi dia sudah lebih hati-hati untuk menghindari jeweran dari bu Nita. Lalu ketika waktu istirahat, kedua anak muda ini pun kembali bertemu di bawah pohon yang sama. “Mana kuda putih sama pedang kamu? Kok gak keliatan?” tanya Derisha, sementara Tommy merasa gak nyaman, karena ini merupakan yang pertama kalinya dia merasa kalau dia akan mengecewakan orang lain. “Maaf Sha, kata mama aku, kuda putih gak boleh dibawa ke sekolah, terus pedang juga gak boleh, kan bahaya buat anak kecil, terus…”, belum sempat Tommy menyelesaikan kalimatnya, Derisha memotongnya. “Yaaah, payah. Aku gak suka sama orang yang ingkar janji!” kata Derisha dengan nada kecewa. “Yah, tapi..denger aku dulu dong Sha!” kata Tommy memohon, karena Derisha kelihatan ingin beranjak meninggalkannya. “Apa?”, “Tanpa kuda dan pedang pun aku tetep bisa kok nyelamatin kamu, aku mau jadi pangeran pelindung kamu.” kata Tommy, mengulang kalimat yang diajarkan kakaknya kemarin. Tetapi kemudian langsung dipotong lagi oleh Derisha. “Gak mungkin lah. Kalo kamu punya pedang, kalo ada orang jahat yang ganggu aku, langsung bisa kamu kalahin pake pedang itu. Terus kalo ada orang jahat yang ngejar kita, kita bisa lari naik kuda kamu. Kalo gak punya 2 itu mana bisa ngelindungin aku? Aku gak mau ah.” kata Derisha berdasarkan logika cewek kecilnya. “Gak juga, aku pasti bisa kok walaupun tanpa itu,” kata Tommy kembali mencoba membujuk. “Coba buktiin?” tantang Derisha. “Hmm, yah..liat aja nanti, sekarang kan lagi gak ada masalah?”, “Iya. Liat aja nanti, gak bakalan bisa. Yaudah, aku ke kelas ya.”. Lalu Derisha kembali ke kelas, meninggalkan Tommy yang merasa kecewa karena Derisha tidak mau mengerti juga. Tetapi dalam hatinya Tommy tetap bertekad untuk membuktikan, kalau dia adalah pangeran tanpa kuda putih dan pedang yang bisa melindungi Derisha.
Setelah istirahat, kegiatan belajar kembali dilanjutkan. Bu Nita sedang mengajarkan pelajaran IPA di depan kelas, anak-anak yang lain sibuk memperhatikan, terkecuali Tommy yang masih sibuk memikirkan usaha pembuktiannya ke Derisha. Di sela-sela suara bu Nita yang menggaung disekujur kelas, tiba-tiba anak cewek yang duduk di sebelah Derisha teriak histeris. “Bu gurluuuuuu! Derlisha ngompooool!” seketika semua tatapan mata di kelas mengarah ke Derisha, lalu kelas meledak dengan suara tawa ketika memang terlihat genangan air di bawah kursi Derisha. Derisha yang tak mampu menahan rasa malu pun akhirnya menangis dengan menutupi wajahnya dengan buku tulisnya.
Melihat hal itu, tiba-tiba di dalam kepala Tommy terbersit sebuah ide ksatria. Selagi seisi kelas masih tertawa Tommy beranjak dari kursinya lalu berlari menuju ke depan kelas. Pandangan seisi kelas sekarang sedang menatap Tommy, lalu tanpa diduga-duga, Tommy pun ikut mengompol dan membasahi celananya tepat di depan mata semua teman-teman sekelasnya. Tak ayal seisi kelas kembali tertawa, tetapi kali ini menertawakan Tommy. Derisha kemudian membuka wajahnya yang tadi ia sembunyikan, kemudian menyadari kalau saat ini teman-temannya tidak sedang menertawakan dia, melainkan menertawakan Tommy yang memang sengaja menarik perhatian kelas darinya.
Lalu secara kebetulan-lagi-Cupid Junior sedang mengunjungi kelas 2.B karena penasaran dengan keadaan Tommy. Namun saat ini pun ia sedang tertawa terbahak-bahak melihat ulah Tommy. Sebelum kemudian dia tersadar dengan tugas barunya. Diambilnya sebatang anak panah dan mengangkat busurnya. Lalu dilepasnya sebatang anak panah cinta tersebut, yang meluncur secara kasat mata diantara gema suara tertawa yang mengiringi suasana di kelas 2.B. Kemudian anak panah tersebut tertancap sempurna di hati Derisha, yang masih menatap Tommy. Derisha pun seolah merasa ada sesuatu yang terjadi di hatinya, yang kemudian dia membuat tersadar akan apa yang telah dilakukan Tommy untuk dirinya. Dia pun akhirnya bisa merasakannya, rasa cinta.
Tommy masih berdiri di depan kelas, sebenarnya dia juga menahan rasa malu dan rasa ingin menangis yang hampir tak tertahankan. Satu-satunya yang bisa bikin dia bertahan adalah karena di kelas tersebut ada Derisha, menurutnya seorang pangeran tidak akan menangis di depan puteri pujaannya. Bu Nita hanya bisa menggelengkan kepala melihat apa yang baru saja terjadi di kelasnya, sebelum kemudian dia menggiring Tommy dan Derisha ke kamar mandi.
Setelah membersihkan diri, Tommy dan Derisha dibawa ke ruang guru untuk kemudian dipinjamkan celana dan rok ganti. Saat ini mereka sedang duduk di kursi di luar ruang guru, menunggu bu Nita sebelum kemudian dia akan membawa mereka kembali ke kelas. Derisha masih menangis tersedu-sedu sejak dari kamar mandi tadi, dia masih syok dan merasa malu akan yang baru saja terjadi. Sementara Tommy, dia bingung harus berbuat apa di depan cewek yang sedang menangis. Ini pertama kali baginya mendengar suara tangisan cewek, yang menurutnya dia gak kuat mendengarnya, karena dia jadi merasa kasihan dan merasa bisa ikut merasakan kesedihan hanya dari mendengar suara tangisannya. Hal ini juga yang membuat Tommy bertekad untuk tidak ingin membuat cewek menangis di sepanjang hidupnya nanti.
Derisha masih menangis tersedu-sedu, tangannya yang kecil mengusap kelopak matanya yang basah karena air mata. Tommy masih mengamatinya, kemudian memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu. “Kok masih nangis sih? Kan aku udah nyelamatin kamu tadi?” kata Tommy berusaha menghibur Derisha. Derisha kemudian membuka matanya dan menatap Tommy. “Udah aku buktiin kan, kalo aku bisa ngelindungin kamu?” kata Tommy lagi. Derisha masih menatap Tommy, kemudian dia mengangguk sambil terus berusaha mengendalikan tangisnya. “Berarti aku bisa kan jadi pangeran kamu?” tanya Tommy lagi. Derisha kembali mengangguk, dan akhirnya bisa menghentikan tangisnya. “Oke! Nah, berarti kamu jadi puteri yang harus aku jaga dan lindungin dengan hidup aku!” kata Tommy sambil tersenyum. Derisha pun membalas senyumnya lalu berkata, “Iya, makasih ya, pangeranku!”.
P.S: Selamat merayakan hari Valentine! Cinta itu indah ‘kan? J
1 komentar:
lucu ^^
Posting Komentar